“Tapi jangan lupa, bahwa BUMN seperti ini juga dituntut meraih keuntungan. Jadi ada dual function, profit oriented and PSO, ” ucapnya.
Toto menambahkan, sebagai seorang CEO, Ahok harus mampu mengkombinasi dua hal terserbut.
“Idealnya kemampuan men-create profit bisa dipakai untuk cross subsidy bagian yang PSO. Kalau (Ahok) bisa berhasil, berarti dia OK sebagai seorang leader,” sambungnya.
Tidak berbeda dengan Toto, Peneliti Alpha Resarch Database Indonesia, Ferdy Hasiman, juga menilai sosok Ahok cocok untuk menduduki jabatan Direktur Utama PT PLN (Persero) atau PT Pertamina (Persero).
Seperti yang dikutip dari Kompas.com, Ferdy menganggap dua perusahaan tersebut memiliki tantangan besar.
Ferdy menjelaskan, tantangan besar yang ia maksud yaitu baik dalam segi finansial maupun tata kelola korporasi.
Selain itu, menurutnya, dua perusahaan tersebut dipandang sebagai sarang mafia, mulai dari mafia migas sampai mafia proyek.
Baca: Dirut Baru Mandiri dan BTN Akan Diumumkan Pada Desember
Melihat rekam jejak Ahok selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, Ferdy menilai pria asal Belitung itu sudah terbiasa berhadapan dengan mafia.
Mafia yang Ahok hadapi mulai dari korporasi, birokrat nakal, hingga politisi yang memanipulasi APBD.
“Jauh lebih tepat lagi jika Ahok menjadi Direktur Utama PLN, karena dia bersih, bernyali, memiliki integritas dan kemampuan mengolah keuangan. PLN itu memiliki masalah bawaan di keuangan dan hampir semua Dirut PLN selama ini mengakhiri jabatannya karena korupsi,” ujar Ferdy, Kamis (14/11/2019).
Menurut Ferdy, Ahok juga dibutuhkan di PLN agar memperbaiki kinerja keuangan PLN.
Sebab, keuangan PLN memiliki rasio utang yang cukup tinggi dan mencemaskan.
Baca: Ahok Ditawari Jadi Bos BUMN, Pesan Partai Gerindra: Jangan Maki-Maki Orang
Ferdy menyebutkan, per tahun 2019, total utang PLN mencapai Rp 604,5 triliun.
Sementara itu, total aset yang dimiliki PLN mencapai Rp 1.537,923 triliun.