TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai saat ini masyarakat menginginkan suasana yang damai, sehingga tidak perlu lagi adanya gerakan reuni 212 di Monumen Nasional (Monas).
"Harapan kita sudah lah jangan terlalu banyak buat gerakan-gerakan. Toh, kita sudah paham, masyarakat semuanya sudah ingin damai, ingin bekerja dengan tenang," tutur Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Menurut Moeldoko, gerakan yang mengumpulkan banyak orang dengan maksud tertentu, pasti akan mengganggu aktivitas masyarakat, khususnya dilokasi sekitar kumpulnya massa.
Baca: Tak Ada Undangan Khusus untuk Acara Reuni 212
"Saya yakin kalau kita lihat masyarakat sekarang sudah happy, suasana tenang, tidak terhambat oleh rintangan mau ke mana aja, tidak ada hambatan psikologi, tidak ada hambatan fisik dan seterusnya," papar Moeldoko.
Sebelumnya, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) mengklaim sudah mengantongi izin menggelar acara reuni 212 pada 2 Desember 2019 mendatang di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Ini merupakan gelaran ketiga yang dilakukan PA 212.
Acara ini bermula dari aksi unjuk rasa pada 4 November dan 2 Desember 2016. Aksi unjuk rasa digelar untuk memprotes dan menuntut Gubernur DKI Jakarta saat itu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dipenjara karena penistaan agama.
Ahok dianggap menista Islam ketika mengutip surat Al Maidah ayat 51 saat kunjungan ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, September 2016. Di kunjungan itu, Ahok mengimbau masyarakat agar tidak tertipu dengan orang-orang yang menggunakan ayat itu.
Baca: Ahok Masuk BUMN & Ditolak Kelompok 212, Buya Syafii Maarif: Nggak Usah Didengar, Tunjukkan Prestasi
Sejak saat itu, reuni 212 rutin digelar setiap tahun, meskipun Ahok sudah menjalani hukuman penjara usai divonis bersalah oleh pengadilan.