"Ada wacana jabatan presiden tiga kali ya itu biasa saja, biarkan saja itu berkembang, kita melihat respons masyarakat bagaimana," kata dia.
"Ini kan tergantung aspirasi masyarakat," lanjut Bambang.
Sementara, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko, mempersilakan MPR untuk mengkaji sejumlah wacana termasuk adanya wacana memperpanjang masa jabatan presiden.
Moeldoko menilai wacana yang beredar itu hal yang biasa saja, masyarakat boleh berpendapat dalam negara demokrasi.
"Itu kan baru wacana ya. Wacana boleh saja. Negara demokrasi semua pandangan, pendapat terwadahi ya. Itu baru suara-suara dari masyarakat," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/11/2019), dikutip dari Kompas.com.
Ditanya mengenai tanggapan istana mengenai wacana yang beredar ini, Moeldoko mengatakan dari pihak istana belum memberi tanggapan apapun.
Moeldoko meminta MPR untuk menyiapkan kajian akademik secara mendalam terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden tersebut.
Sehingga nanti bisa mendapatkan keputusan untuk meneruskan wacana tersebut atau tidak.
Moeldoko juga mengharapkan tidak ada dampak negatif dari wacana yang berkembang di masyarakat ini.
"Mungkin nanti lebih ke bagaimana wacana akademik, setelah itu melalui round table discussion diperluas. Lalu akan mengerucut apakah pandangan itu pas atau tidak dan seterusnya," ujarnya.
Rencana amandemen terbatas UUD 1945, sebelumnya juga telah muncul berbagai pendapat dari masyarakat terkait perubahan masa jabatan presiden ini.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)