TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Istana Kepresidenan masih bungkam soal langkah Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Annas Maamun, terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau.
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman justru meminta wartawan bertanya kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia soal alasan Jokowi menerbitkan grasi tersebut.
"Mohon ditanyakan dulu ke Menkumham," kata Fadjroel saat dihubungi Kompas.com lewat pesan singkat, Rabu (27/11/2019).
Saat ditanya lagi mengenai kritik aktivis antikorupsi terkait pemberian grasi tersebut, Fadjroel juga enggan menjawab.
Ia lagi-lagi meminta hal itu ditanyakan ke Menkumham Yasonna Laoly. "Cukup dijawab Menkumham," ujar dia.
Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Hukum Dini Purwono juga enggan buka suara soal pemberian grasi. Ia mengaku belum mendapat informasi terkait hal itu.
"Saya belum dapat infonya, nanti saya cek dulu ya," kata Dini.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto mengatakan, grasi tersebut ditetapkan pada 25 Oktober 2019.
"Bahwa memang benar, terpidana H Annas Maamun mendapat grasi dari presiden berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi, tanggal ditetapkan tanggal 25 Oktober 2019," kata Ade dalam siaran pers, Selasa (26/11/2019).
Namun, berdasarkan penelusuran Kompas.com, Keppres pemberian grasi itu belum diunggah di laman resmi setneg.go.id.
Padahal, keppres yang lebih baru sudah diunggah dan dapat diakses publik.
Ade mengatakan, grasi yang diberikan berupa pemotongan masa hukuman selama satu tahun.
Artinya, Annas hanya akan menjalani enam tahun masa hukuman kendati divonis tujuh tahun dalam upaya kasasinya.
Annas, kata Ade, tetap diwajibkan membayar hukuman denda sebesar Rp 200 juta yang dijatuhkan kepadanya.