Jokowi menegaskan, selain melihat dari sisi kemanusiaan, juga berdasarkan pertimbangan dari MA.
Baca: Jokowi Beri Grasi untuk Koruptor Annas Mamun: Ratusan Permohonan Hanya Beberapa yang Dikabulkan
"Dari kacamata kemanusiaan itu diberikan, tapi sekali lagi ini dari pertimbangan Mahkamah Agung," lanjutnya.
Ia menilai keputusan pemberian grasi tersebut tidak perlu dipermasalahkan, karena tidak setiap hari atau setiap bulan grasi diberikan.
"Kalau setiap hari kita keluarkan grasi untuk koruptor, setiap hari atau setiap bulan, itu silakan baru dikomentari," lanjut Jokowi.
Sementara, Indonesian Corruption Watch (ICW) menolak keputusan Presiden Jokowi memberi pengurangan hukuman (grasi) kepada terpidana korupsi Annas Maamun.
ICW meminta Presiden Jokowi untuk mencabut pemberian grasi kepada mantan Gubernur Riau itu.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, tidak perlu ada pengurungan hukuman penjara bagi narapidana kasus korupsi.
"Kejahatan korupsi masuk pada lembaga pemasyarakatan atau menjadi narapidana, tidak ada pengurangan hukuman dalam bentuk apapun," ujar Kurnia, Rabu (27/11/2019).
"Misalnya kita memberi contoh pada peraturan pemerintah Nomor 99 tahun 2012, dalam konteks remisi, pengurangan hukuman narapidana karena kasus korupsi, harus ada kolaborator," lanjut Kurnia.
Baca: Lolos Hingga 20 Besar, Capim Ini Minim Pengetahuan Soal KPK
Ia menilai keputusan Jokowi itu tidak harus dilakukan, jika pemberian grasi kepada Annas Maamun atas dasar kemanusiaan yang nilainya tidak bisa diukur.
"Jadi kalau hari ini konteksnya Annas Maamun diberikan grasi dengan dalih kemanusiaan yang tidak bisa diukur penilaiannya, maka dari itu harusnya tidak dilakukan," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)