Meskipun begitu, ia menyatakan, tidak keberatan dan siap mengikuti preaturan yang ditentukan pemerintah tersebut.
Purwadi berharap, Menag dapat memberikan sosialisasi tentang tata cara sertifikasi.
"Kami meminta MUI menjelaskan bahan yang halal atau haram itu bagaimana, dan bagaimana tata cara memperoleh sertifikasi," kata Purwadi, dikutip dari sumber yang sama.
Sejalan dengan Purwadi, pengusaha oleh-oleh asal Temanggung, Jawa Tengah, Arifin berharap Menag melakukan sosialisasi terkait sertifikasi halal dan mempermudah proses sertifikasi.
"Saya ingin menanyakan tentang proses pembuatan sertifikasi," kata Arifin.
Sementara itu, tanggapan dari pengusaha asal Semarang, Jawa Tengah, Bunga menyatakan, mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya melakukan sertifikasi halal pada sebuah produk.
Namun, ia khawatir, adanya keharusan sertifikasi ini malah menjadi celah oknum-oknum Kemenag untuk pungtan liar (pungli).
"Jangan sampai sertifikasi menjadi celah bagi oknum-oknum untuk melakukan pungli," ungkap Bunga.
Aturan Sertifikasi Halal
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014, Pasal 4, tentang Jaminan Produk Halal.
Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019, Pasal 68, tentang Jaminan Produk Halal.
Barang yang wajib bersertifikasi halal adalah sebagai berikut :
a. Makanan
b. Minuman
c. Obat
d. Kosmetik
e. Produk kimiawi
f. Produk biologi
g. Produk rekayasa genetik
h. Barang gunaan yang dipakai, digunakan, dan dimanfaatkan
(Tribunnews.com/Rica Agustina)