Achmad Baidowi memastikan bahwa penunjukan menteri merupakan hak prerogatif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca: Humphrey Djemat Ungkap Ada Calon Menteri yang Diminta Harus Setor Rp 500 Miliar Untuk Partai Politik
Sehingga tidak mungkin untuk partai politik meminta uang kepada calon menteri.
Dirinya juga menilai tidak mungkin menteri dapat memberi uang Rp 500 miliar dengan gaji yang diterima.
"Apalagi dia harus memahami bahwa penunjukan menteri di kabinet merupakan hak prerogratif presiden Joko Widodo," ucap Baidowi.
"Lagian ngitung isu Rp 500 Miliar dari mana? Gaji menteri lima tahun berapa? Kapan baliknya? Belum lagi kalau diganti di tengah jalan, makin tidak ketemu rumus pengembaliannya," tambah Baidowi.
Sebelumnya Ketua PPP versi Muktamar Jakarta, Humphrey Djemat, mengungkapkan ada calon menteri yang dimintai uang sebesar Rp 500 miliar oleh sebuah partai politik (parpol).
Menurut Humphrey Djemat, permintaan tersebut sebagai bentuk komitmen agar partai politik menyokongnya menjadi menteri.
Humphrey menyebut, calon menteri tersebut berasal dari kalangan profesional atau non-parpol.
"Saya sudah mendengar dari calon menteri yang sebenernya itu pilihan dari Jokowi. Dia mau di-endorse partai politik tersebut, dia tidak harus kasih uang untuk itu, tapi harus ada komitmen selama dia menjadi menteri, dia harus bisa mengkontribusi Rp 500 miliar," ungkap Humphrey Djemat di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Baca: Humphrey Djemat: Sosok Jokowi, Ahok, Risma, dan Ridwan Kamil Tak Akan Muncul Tanpa Pilkada Langsung
Humphrey Djemat menolak untuk mengungkapkan sosok calon menteri tersebut.
Dirinya hanya mengungkapkan permintaan parpol tersebut ditolak calon menteri itu.
Calon menteri itu menolak karena tidak memiliki uang.
Baca: PPP Lakukan Kaderisasi untuk Persiapan pemilu 2024
"Nah itu karena dia memang orang profesional ya itu tentu against dari pada esensi dari hati nuraninya, dia tidak mau. Kalau dia mau, dia bisa, karena diminta uang pun dia tidak punya, karena dia seorang profesional, keahliannya memang dibutuhkan presiden," tutur Humphrey Djemat.
Meski begitu, Humphrey mengatakan, tidak semua menteri dimintai uang Rp 500 miliar.
Namun, menurutnya hal ini menunjukan buruknya integritas parpol di Indonesia.
Baca: Pilkada 2020 Diprediksi Jadi Pintu Masuk Parpol Menyongsong Pilpres 2024
"Jangan curiga dulu semua menteri sudah teken kontrak Rp 500 miliar. Jangan. Tapi ada kejadian seperti itu, bagaimana parpol itu bisa melakukan rekrutmen atau pejabat baik kalau mentalitas integritasnya tidak ada," kata Humphrey.