News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lippo Lepas 70% Saham OVO, GORC: Mitigasi Resiko Bubble Bakar Uang Dengan Berkoperasi Itu Keren

Editor: FX Ismanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menko UKM Teten Masduki bersama Pakar Ekonomi Kerakyatan dan Koperasi Milenial dari Generasi Optimis Research dan Consulting (GORC) Frans Meroga Panggabean.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seakan nubuat yang tergenapi, hasil riset Generasi Optimis Research & Consulting (GORC) tentang "Bahaya Bubble Ekonomi Akibat Bisnis Start-Up Gemar Bakar Uang" akhirnya langsung terbukti dalam hitungan hari. Raksasa Lippo Group memutuskan untuk melepas 70% sahamnya dalam OVO yang selama ini berada di bawah PT. Multipolar Tbk, anak usaha Lippo Group sekaligus induk usaha OVO.

Tidak tanggung, Pendiri dan Chairman Grup Lippo Mochtar Riady akhirnya mengakui bahwa keputusan untuk menjual 70% saham OVO yang dikendalikan oleh PT. Visionet International, karena Lippo sudah tidak kuat lagi bakar uang akibat praktik pemasaran yang jor-joran diskon, promo, dan event. Konon, jumlah uang yang harus digelontorkan Grup Lippo untuk mendukung strategi bakar uang OVO mencapai Rp.70p Miliar setiap bulannya.

"Kami terus bakar uang di OVO, bagaimana kita bisa kuat? Sekarang tinggal 30 sekian persen, dua per tiga kita harus jual," kata Founder Lippo Group, Mochtar Riady dalam acara Indonesia Digital Conference 2019 di Ballroom Djakarta Theatre, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Merespons kejutan tersebut, Direktur Generasi Optimis Research & Consulting (GORC), Frans Meroga Panggabean mengatakan bahwa gejala tidak sehat akibat strategi bakar uang bisnis start-up sebenarnya sudah terlihat sejak 4 tahun terakhir. Apa yang terjadi pada WeWork dan Uber secara global sebenarnya juga telah mengafirmasi resiko bagai bom waktu akan bubble ekonomi sebagai pemicu krisis.

"Bukan nubuat lah, terlalu berlebihan itu. Kami hanya merasa punya tanggung jawab moral untuk menyampaikan hasil riset GORC agar masyarakat teredukasi dan tanggap," ujar Frans Meroga usai membuka Rapat Rencana Kerja & Anggaran (RKA) 2020 Nasari Cooperative Group di Denpasar, Jumat (29/11/2019).

"Berkaca pada Uber sebenarnya sudah menjadi warning untuk kita semua. Bayangkan, Sang Legenda Uber saja masih merugi, padahal pionir taksi online yang eksis sejak 10 tahun lalu ini telah beroperasi di 785 kota metropolitan dan 173 negara," lanjut lulusan MBA dari Grenoble Universite, Perancis ini.

Justru Masyarakat Receh Pahlawan

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Generasi Optimis (GO) Indonesia, Tigor Mulo Horas Sinaga menyayangkan pernyataan Presiden Direktur PT. Visionet Internasional (OVO) Karaniya Dharmasaputra, yang menyebut masyarakat menengah ke bawah sebagai masyarakat receh. Hal itu disampaikan Karaniya sewaktu membandingkan model bisnis konvensional dengan bisnis digital.

"Meladeni segmen masyarakat menengah ke bawah, masyarakat receh enggak ada uangnya dalam jangka pendek,” ujar Karaniya masih dalam Indonesia Digital Confrence (IDC) 2019. "Kalau kita hanya berdasar bisnis model yang konvensional, jangankan warga desa, warga di kota yang receh enggak ada yang melayani,” tambah Presdir OVO ini lagi.

Horas Sinaga prihatin bahwa pernyataan Karaniya tersebut tidak bijak dan dapat melukai perasaan masyarakat. Sekjen GO Indonesia itu mengingatkan jangan sampai alih-alih menanamkan modal sosial yang kuat dalam ekosistem bisnis, justru yang terjadi malahan masyarakat ramai-ramai memboikot pemakaian OVO.

Masyarakat bawah akan merasa keberadaan mereka tidak dihargai juga terciderai pernyataan yang pongah dari Presdir OVO serta tidak sesuai dan menyimpang dari semangat ekonomi kerakyatan tersebut. "Saya sarankan Pak Karaniya meminta maaf kepada publik untuk mengkoreksi pemilihan kata "masyarakat receh" yang tidak bijak tersebut," himbau Horas Sinaga.

"Kita tahu sendiri dahsyatnya kekuatan netizen negara +62 yang kalau sudah viral, wah publik bisa ramai-ramai boikot OVO," tegas pria multi talenta yang dikenal sebagai pengamat politik dan intelijen ini.

Lebih lanjut Horas mengatakan bahwa masyarakat bawah lah yang seharusnya dirangkul untuk memperkuat modal sosial bisnis start-up. Mitra penjual OVO yang konon telah mencapai 500.000 merchant dengan termasuk lagi-lagi konon 300.000 UMKM lah yang harus diperkuat hubungan sosialnya dengan OVO.

"Kita harus hargai bahwa yang receh tadi adalah para pelaku UMKM yang telah memberikan kontribusi 60,34 % dalam struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Kita harus angkat hormat bahwa yang receh tadi adalah para pelaku UMKM yang telah memberikan ruang bagi penyerapan tenaga kerja hingga 97% juga berperan aktif dalam 14,17% dari total ekspor nasional," terang Sekjen organisasi masyarakat yang telah memiliki jaringan luas di seluruh Indonesia ini.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini