TRIBUNNEWS.COM - Setelah Gibran Rakabuming Raka dikabarkan akan maju ke Pemilihan Wali Kota Solo, kini menantu Jokowi, Bobby Nasution telah memantapkan langkahnya untuk terjun ke dunia politik.
Bobby Nasution telah resmi mencalonkan diri menjadi Wali Kota Medan pada Pilkada 2020.
Seperti yang diberitakan dari Kompas TV, Bobby telah mengembalikan formulir pendaftaran bakal calon Wali Kota Medan, secara langsung, ke DPD Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Sumatera Utara.
Sebelumnya, Gibran pun telah memastikan keseriusannya untuk maju dalam Pemilihan Wali Kota Solo 2020.
Bahkan, Gibran sempat menyambangi kediaman Ketua Umum PDIP, Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, untuk menyampaikan keseriusannya tersebut.
"Saya sampaikan keseriusan saya untuk maju," ujar Gibran seusai menemui Megawati, Kamis (24/10/2019).
Masuknya Gibran dan Bobby ke dunia politik, menuai berbagai tanggapan publik.
Banyak yang mendukung, namun tak sedikit pula yang merasa kurang setuju melihat dua anggota keluarga presiden itu mencalonkan diri sebagai wali kota.
Pasalnya, publik menilai masuknya Gibran dan Bobby ke dunia politik, tak lain untuk membangun dinasti politik.
Hal itu diungkapkan seorang Pengamat Politik, Pangi Syarwi Chaniago, saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (4/12/2019).
Menurut Pangi, jika melihat masuknya keluarga Jokowi ke kancah politik dari segi sentimen atau citra publik, maka publik akan banyak yang menyatakan keputusan itu kurang tepat.
"Yang jelas adalah kalau dari segi sentimen atau citra publik, tentu banyak yang menyatakan kurang tepat," ujarnya.
Pendiri dan CEO Voxpol Center Research and Consulting itu menambahkan, publik akan menafsirkannya sebagai langkah membangun politik dinasti dan memanfaatkan jabatan presiden.
"Dianggap ini hanya akan membangun dinasti politik, tidak baik bagi citra Pak Jokowi sendiri, dianggap memanfaatkan jabatan presiden untuk memuluskan (usaha pencalonan wali kota) misalnya Gibran dan Bobby," tutur Pangi.
Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu menjelaskan, terdapat perbedaan tafsir antara publik dan elite.
"Jadi tafsir publik dengan tafsir elite itu berbeda," tegasnya.
Menurut Pangi, tafsir elite akan cendurung mendorong momentum ini untuk dimanfaatkan sebaik mungkin.
"Tafsir elite mungkin mendorong momentum ini dimanfaatkan dengan baik karena ada momentum yang pas," ujarnya.
Sebelumnya, Pangi menyebut politik akan selalu berbicara soal momentum.
"Ketika memang momentum itu pas, siapa bisa mengambil alih momentum dan panggung itu menjadi kesempatan yang besar untuk dipilih," jelas Pangi.
Sementara itu, Pangi mengatakan, bagi tafsir publik, kemungkinan akan lebih banyak yang menilai saat ini bukan waktu yang tepat untuk Gibran dan Bobby mencalonkan diri sebagai wali kota.
"Bagi tafsir publik, mungkin juga mengatakan lebih baik jangan dulu," kata Pangi.
"Setelah nanti Pak Jokowi selesai baru maju gitu," sambungnya.
Menurut Pangi, ketika Gibran dan Bobby terjun ke kancah politik pada saat Jokowi masih menjabat sebagai presiden, muncul kekhawatiran publik akan adanya konflik kepentingan.
"Dikhawatirkan terlalu banyak conflic of interest, atau memanfaatkan fasilitas negara, kemudian ada kelompok-kelompok yang sengaja menjerumuskan Pak Jokowi dan keluarganya misalnya pada hal-hal nepotisme," jelasnya.
Memandang dari tafsir elite, menurut Pangi, sejauh ini pencalonan Gibran dan Bobby memang pada momentum politik yang tepat.
Lebih lanjut, Pangi menyampaikan, hal itu sah-sah saja dalam dunia politik
"Kalau tafsir elite, sepanjang ini memang momentum politik yang pas dan ini memang sah-sah saja," kata Pangi.
"Tidak ada soal politik dinasti ini melanggar hukum, nah itu nggak akan menjadi masalah rumit," lanjutnya.
Menurut Pangi, anak dan menantu Jokowi itu berpeluang besar untuk terpilih dalam Pemilihan Wali Kota 2020.
"Kalau kita melihat dua sosok ini, yang satu anaknya Jokowi, yang satu menantunya, peluang mereka terpilih sangat besar," ujarnya.
Sementara itu, menurutnya, hal ini tidak akan menjadi masalah yang rumit sepanjang Jokowi tidak terkesan mengatur atau bahkan menginterferensi majunya Gibran dan Bobby di Pilkada 2020.
Pasalnya hal itu akan menambah keraguan publik untuk dapat memastikan tidak ada konflik kepentingan.
"Tetapi bagaimana kemudian Pak Jokowi untuk tidak terlalu terkesan mengatur, menginterferensi bahkan mendesain atau terkesan seolah-olah memuluskan itu yang agak rumit untuk memastikan tidak terjadi conflic of interest itu di antara orang-orang yang ingin mencari muka," jelas Pangi.
Pangi menyebutkan, Jokowi akan menjadi coat-tail effect bagi Gibran dan Bobby.
"Sejauh ini citra Pak Jokowi masih bagus, Pak Jokowi menjadi coat-tail effect Gibran dan Bobby," jelasnya.
Pangi juga menyampaikan, sosok Jokowi akan sangat mempengaruhi pandangan publik untuk memilih Gibran dan Bobby karena adanya keinginan untuk memilih pemimpin dari keluarga Jokowi.
Sementara itu, ia menuturkan akan tetap ada sebagian sentimen negatif soal Jokowi.
"Walaupun, tetap ada sebagian sentimen negatif, resisten dengan majunya keluarga Jokowi karena mereka khawatir soal dinasti politik dan oligarki yang sedang dibangun keluarga Jokowi," jelasnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)