"Soal yang dipermasalahkan oleh Pak Tito, masalah visi dan misi, Khilafah,"
"Ini yang menunjukkan bahwa pemerintah ini melihat kata Khilafah dari kaca mata yang sempit," ujarnya.
Menurutnya, arti kata Khilafah tersebut luas dan dinamis.
"Khilafah ini luas sekali, dan dinamis," katanya.
Ia menyebut permasalahan kata Khilafah tersebut seharusnya melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Diskusinya ini harusnya melibatkan MUI, bukan Kemendagri," jelas Ahmad Sobri.
"Justru Kementerian Agama sudah meneliti bahwa ternyata tidak ada masalah soal Khilafah versinya FPI," lanjutnya.
Dikutip dari laman Kompas.com, Jumat (29/11/2019), Tito mengatakan, dalam visi dan misi FPI, terdapat penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah dan munculnya kata NKRI bersyariah.
"Tapi kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI bersyariah. Apakah maksudnya dilakukan prinsip syariah yang ada di aceh apakah seperti itu?" ujar Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Tito menambahkan, dalam AD/ART FPI tersebut terdapat pelaksanaan hisbah (pengawasan).
Menurut Tito, terkadang FPI melakukan penegakan hukum sendiri seperti menertibkan tempat-tempat hiburan dan atribut perayaan agama.
Sehingga, mantan Kapolri itu khawatir jika hisbah yang dimaksud FPI adalah tindakan-tindakan tersebut.
Tito menuturkan, pelaksanaan hisbah yang dimaksud FPI itu harus dijelaskan agar tidak menyimpang.
"Dalam rangka penegakan hisbah. Nah ini perlu diklarifikasi. Karena kalau itu dilakukan, bertentangan sistem hukum Indonesia, enggak boleh ada ormas yang melakukan penegakan hukum sendiri," jelas Tito.