"Jadi waktu diperiksa mereka tidak menyerahkan deklarasi kartu bea cukai dan juga tidak menyampaikan keterangan lisan bahwa mereka memiliki barang-barang ini," ujar Sri Mulyani.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 18 koli kotak tersebut maka ditemukan 15 koli klaim tax atas nama inisial SAS yaitu berisi motor Harley Davidson bekas dengan kondisi terurai.
Lalu, tiga koli yang lain adalah klaim tax atas nama inisial LS berisi dua sepeda merk Brompton dengan kondisi baru beserta aksesori dari sepeda tersebut.
Berdasarkan penelusuran, perkiraan harga motor Harley Davinsion senilai Rp 800 juta dan sepeda Brompton berkisar Rp 50-60 juta.
"Berdasarkan penelusuran kami dan melihar harga di pasar, perkiraan nilai motor Harley Davinsion tersebut mungkin sampai dengan Rp 800 juta per unitnya,"
"Sedangkan nilai dari sepeda Brompton berkisar Rp 50-60 juta per unitnya, mungkin ada yang bilang lebih," terang Menkeu.
Sri Mulyani menyampaikan, saat ini bea dan cukai sedang melakukan penelitian lebih lanjut terhadap pihak Ground Handling dan juga terhadap nama dari penumpang yang masuk dalam klaim tax tersebut.
"Kami mengatakan bahwa saudara SAS mengaku barang ini dibeli melalui akun IB. Jadi katanya sudah lama akan melakukan pembelian melalui akun IB," ujarnya.
Saat dilakukan pengecekan, tidak ada kontak penjual yang didapat melalui akun IB tersebut.
Di sisi lain, disampaikan Sri Mulyani, diketahui SAS mempunyai hutang bank sebanyak Rp 300 juta yang dicairkan pada bulan Oktober yang digunakan sebagai renovasi rumah.
Lalu, setelah ditelusuri rekening dari SAS, ditemukan data mutasi pihak SAS mentransfer uang kepada istrinya senilai Rp 50 juta sebanyak tiga kali.
Dalam penyelidikan diduga SAS tidak mempunyai hobi motor.
Namun, selama ini SAS hanya melakukan impor Harley Davinsion.
SAS diketahui hobi bersepeda.
Selanjutnya, ditemukan juga beberapa histori transaksi keuangan yang ditengarai memiliki hubungan terhadap inisiatif untuk membeli dan membawa motor tersebut ke Indonesia.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)