Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait eks koruptor maju dalam pilkada dinilai memberikan nafas baru bagi gerakan anti korupsi.
Hal ini disampaikan oleh pengamat politik Ray Rangkuti.
Diketahui, putusan MK menyatakan eks narapidana korupsi hanya bisa dicalonkan dalam pilkada lima tahun setelah masa penahanannya berakhir.
"Putusan MK ini seperti memberi semangat baru, nafas dan harapan pada gerakan anti korupsi masih dapat berlanjut. Sekalipun elit partai dan khususnya presiden seperti tidak terlalu peduli pada upaya menguatkan gerakan ini," ujar Ray, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (12/12/2019).
Ketidakpedulian presiden dan elit partai terlihat dari tak kunjung keluarnya Perppu KPK hingga adanya grasi presiden terhadap napi koruptor.
Meski tak sepenuhnya materi judicial review (JR) dikabulkan, Ray mengatakan putusan ini tetap saja sangat berharga.
Lantaran memiliki implikasi mencegah kekuasaan kembali dihinggapi orang-orang yang pernah korupsi.
Menurutnya, kejahatan korupsi tidak bisa disamakan dengan kejahatan lain seperti pencurian.
Oleh karenanya, kata dia, membatasi eks napi korupsi masuk ke dalam jabatan publik bukanlah kebijakan diskriminatif atau melanggar HAM.
Baca: Mahfud MD Sebut Hukuman Mati Koruptor Bisa Dipertegas Melalui RKUHP
"Maka putusan MK ini merupakan cara lain melindungi publik dari kemungkinan kejahatan yang sama. Harapan kita, tentu saja tidak ada lagi upaya berkelit dari khususnya partai politik untuk menghambat putusan ini diberlakukan," kata Ray.
"Dan hendaknya segera setelah ini, putusan MK menjadi salah satu aturan yang dimasukan dalam sarat pencalonan calon kepala daerah. Aturannya langsung bisa ditetapkan di dalam PKPU untuk pilkada 2020 dan selanjutnya," tandasnya.