TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono menjelaskan sikap Presiden Jokowi terhadap hukuman mati bagi koruptor dan grasi kepada terpidana kasus korupsi Annas Maamun tidak bertentangan.
Dini membantah jika Presiden Jokowi tidak memiliki semangat dalam pemberantasan korupsi saat memberikan grasi kepada Annas Maamun.
Dini meminta masyarakat untuk melihat lebih dalam dengan pemberian grasi ini lewat data dan bukan lewat perasaan.
Menurutnya, pemerian grasi kepada Annas oleh Presiden Jokowi dengan pertimbangan nilai kemanusiaan.
Annas yang merupakan terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau.
"Kalau dilihat dari data, berapa kali sih Bapak Presiden ngasih garasi selama menjabat? Baru satu sekali" ujar Dini dikutip dari channel YouTube Talk Show tvOne, Jumat (13/12/2019).
"Jadi jangan disimpulkan Pak Jokowi tidak pro terhadap gerakan pemberantasan korupsi," lanjutnya.
Disinggung soal hukuman mati, Dini mengatakan wacana hukuman mati untuk pelaku korupsi yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi berasal dari aspirasi masyarakat.
Wacana tersebut Presiden Jokowi kemukakan dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di gelaran pentas drama 'Prestasi Tanpa Korupsi' di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).
"Pak Jokowi bilang jika kebijakan ini adalah kehendak rakyat," bebernya.
Perempuan kelahiran 29 April 1974 melanjutkan, jika pemerintah benar-benar ingin menerapkan hukuman mati perlu adanya diskusi menyeluruh DPR dan presiden lewat proses legislasi (pembentukan landasan hukum).
Baca: Gibran Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Solo, Pengamat Sebut Putra Jokowi Punya 2 Modal Politik
"Harus ada diskusi pastinya, antara DPR dan pemerintah, serta memperhatikan aspirasi dari masyarakat," ungkap Dini.
Dini Shanti Purwono juga mempertanyakan keefektifan dari hukuman mati untuk para koruptor yang tren di dunia.