News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rekening Kasino Milik Kepala Daerah

Johan Budi Minta Penegak Hukum Telusuri Temuan PPATK Soal Rekening Kasino Milik Kepala Daerah

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Johan Budi

 Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR fraksi PDI Perjuangan Johan Budi meminta penegak hukum mengusut tuntas temuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) terkait rekening kasino kepala daerah.

Ia mengatakan pihak kepolisian maupun kejaksaan harus segera mengusut tuntas temuan PPATK tersebut.

"Saya kira yang lebih tepat temuan ini harus segera diserahkan ke penegak hukum, apakah KPK, kepolisian, atau kejaksaan, tetapi yang pasti harus diusut tuntas," kata Johan Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Baca: Respons Edhy Prabowo Sikapi Kritik Susi Pudjiastuti Soal Ekspor Benih Lobster

Mantan juri bicara Presiden Jokowi ini mengaku terkejut atas temuan PPATK tersebut.

Menurutnya, simpanan uang puluhan miliar milik kepala daerah di luar negeri patut dipertanyakan.

Baca: Soal Temuan Kepala Daerah Punya Rekening Kasino, Kemendagri Serahkan Tindak Lanjutnya Kepada PPATK

"Karena kepala daerah yang mempunyai dana sampai puluhan miliar dan kemudian ditaruh di kasino, ini pasti ada tanya besar. Apakah ini dalam rangka untuk money laundering atau uang dari mana ini?" ujarnya.

PPATK ungkap ada kepala daerah memiliki rekening kasino di luar negeri

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badaruddin, mengungkap adanya transaksi keuangan beberapa kepala daerah melakukan penempatan dana dengan jumlah fantastis dalam bentuk valuta asing ke rekening kasino di luar negeri.

Jumlahnya tidak tanggung-tanggung setara Rp 50 miliar.

Namun, Kiagus Ahmad Badaruddin menolak menyebutkan kepala daerah mana saja yang melakukan transaksi mencurigakan tersebut.

Baca: Nadiem Makarim Akui Belum Bahas Soal Peningkatan Kesejahteraan dan Kompetensi Guru

"Ditemukan juga aktivitas penggunaan dana hasil tindak pidana untuk pembelian barang mewah dan emas batangan di luar negeri," ujar Kiagus Ahmad Badaruddin dalam refleksi akhir tahun di Kantor Pusat PPATK, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2019).

Badaruddin menambahkan pihaknya juga masih menelusuri aliran dana Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus mantan Bupati Kukar dan pihak terkait lainnya.

Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dan Khairudin sebagai tersangka dalam tiga kasus.

Baca: Tjahjo Kumolo Sebut Kemungkinan Realisasi Perampingan Eselon Mundur Dari Target Juni 2020

Pertama, sebagai tersangka pencucian uang.

Keduanya diduga menerima Rp 436 miliar yang merupakan fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa dari APBD selama menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara.

Baca: Tolak Djakarta Warehouse Project, Massa Bakar Ban di Depan Balai Kota DKI

Kasus kedua, sebagai tersangka suap bersama dengan Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun.

Rita diduga menerima suap sebesar Rp 6 miliar dari Abun terkait pemberian izin operasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit PT Sawit Golden Prima di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman.

Terakhir, karena tersangka kasus dugaan gratifikasi. 
Rita bersama Khairudin diduga menerima uang sekitar Rp6,97 miliar terkait dengan sejumlah proyek di Kabupaten Kutai Kartanegara.

"Dalam kasus ini, tindak pidana korupsinya telah berkekuatan hukum tetap dan sedang dalam pembuktian TPPU," jelas dia.

Pada periode Januari sampai dengan November 2019, PPATK menyampaikan 537 Hasil Analisis (HA) dan 450 informasi.

Baca: Maruf Amin Minta Fachrul Razi Revisi Peraturan Menteri Agama Tentang Majelis Taklim

Hasil analisis didominasi oleh indikasi tindak pidana korupsi sebanyak 211 hasil analisis, dilanjutkan 73 hasil analisis terindikasi perpajakan, dan 46 hasil analisis terkait penipuan.

Sejumlah 39 hasil analisis juga telah disampaikan terkait dengan pendanaan terorisme, di luar hasi analisis yang terkait dengan narkotika, penggelapan, kejahatan cukai, dan lainnya.

"Keseluruhan HA tersebut telah disampaikan kepada penyidik, baik kepada Kepolisian, Kejaksaan, KPK, BNN, DJP dan Bea Cukai," jelas dia.

Hasil yang telah disampaikan ke penyidik tersebut terdiri dari 166 hasil analisis proaktif (atas inisiatif PPATK) dan 371 hasil analisis reaktif (atas permintaan penyidik).

Sementara itu, Hasil Pemeriksaan (HP) PPATK telah menyentuh angka 19 hasil pemeriksaan.

Hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada penyidik KPK (8 HP), Kepolisian RI (7 HP), Kejaksaan Agung (2 HP) dan masing-masing kepada BNN serta Direktorat Jenderal Bea Cukai (1 HP).

Badaruddin menambahkan PPATK masih melakukan penelusuran atas aliran dana terkait indikasi korupsi dan TPPU dalam pengadaan Helikopter AW-101.

"Dalam pengungkapan kasus ini, PPATK bekerjasama dengan FIU Amerika (FinCEN) dan FIU Italia (UIF)," kata Badaruddin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini