News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penghapusan Ujian Nasional

Anggota Komisi X DPR Sudewo Tak Setuju Ujian Nasional Dihapus: Tidak Ada Tantangan Bagi Siswa

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Gigih
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Gerindra, Sudewo (Tangkap Layar Mata Najwa Trans7).

TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Gerindra, Sudewo tidak setuju jika Ujian Nasional (UN) dihapus.

Sudewo sependapat dengan Jusuf Kalla yang menyebut siswa akan menjadi lembek jika UN dihapus.

Dalam acara Mata Najwa di Trans7, Sudewo menyebut tidak ada tantangan bagi siswa jika UN dihapus.

"Saya sependapat dengan Pak Jusuf Kalla, coba dibayangkan kalau tidak ada Ujian Nasional (UN), tidak ada tantangan bagi siswa," ujar Sudewo.

Sudewo menilai, jika UN dihapus akan membentuk karakter yang tidak bagus dan mentalnya menjadi lembek, serta tidak memiliki nilai juang.

"Siswa coba ditanya, mereka pasti suka ria kalau UN dihapus," ungkapnya.

"Jadi meskipun dia itu punya kekuatan fisik, tapi mental belum tentu," tambahnya.

lebih lanjut, Sudewo menjelaskan, dengan UN anak-anak dibentuk untuk memiliki daya juang dan semangat untuk belajar.

"Maka dengan UN inilah, anak-anak tersbeut bisa memiliki nilai juang, semangatnya tinggi, etos kerja, semangat untuk belajar, kedisiplinan, ada nilai-nilai karakter dengan UN tersebut," paparnya.

Najwa Shihab lalu menyinggung soal anak-anak yang mengalami stres karena menghadapi UN.

"Menghadapi UN saja sudah pada stres, coba dibayangkan Indonesia ini harus menciptakan anak dengan daya saing yang tinggi," ujar Sudewo.

Sudewo menyatakan, anak -anak harus mampu bersaing secara global, tidak hanya dalam konteks domestik Indonesia saja.

"Jadi dalam proses dia belajar untuk menghadapi UN, itu juga proses membangun mental dia untuk mempunyai semangat saing dengan anak-anak ditingkat Internasional," ungkapnya.

Meskipun demikian, Sudewo mengatakan, pemerintah perlu merespons dan mengakomodir terkait kestresan anak-anak menghadapi UN.

"Bagaimana anak-anak dicarikan jalan keluar supaya anak ini tetap happy, punya semangat untuk belajar tetapi UN ini, tetap diperlakukan sebagai standar penilaian secara nasional," papar Sudewo.

Pengamat Pendidikan Sebut Penghapusan UN Langkah Baik

Pengamat Pendidikan, Budi Trikorayanto menilai penghapusan Ujian Nasional (UN) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim adalah langkah yang lebih baik.

Menurut Budi Trikorayanto, perubahan yang dilakukan sudah melalui kajian-kajian dan pasti akan lebih baik.

"Karena ini dalam rangka memerdekakan guru, memerdekakan pendidikan," ujar Budi Trikorayanto.

Pernyataan tersebut disampaikan Budi Trikorayanto dalam acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Rabu (11/12/2019).

Budi Trikorayanto mengungkapkan UN selama ini telah membuat disorientasi pendidikan di Indonesia, guru hanya fokus pada UN.

"Apalagi ketika UN menjadi tolak ukur kelulusan dan itu menjadi politik pendidikan daerah ya, target 90 persen harus lulus," jelas Budi Trikorayanto.

Budi Trikorayanto mengatakan penghapusan UN adalah kebijakan pendidikan yang tambal sulam.

"Harusnya melihat UN itu sebagai standar penilaian, kalau mau membebaskan guru itu bukan hanya masalah UN,

standar-standar pendidikan nasional itu sangat membelenggu sebenarnya," ungkapnya.

Meski demikian, Budi Trikorayanto menilai langkah penghapusan UN merupakan langkah yang sangat baik untuk membenahi pendidikan di Indoensia.

Komisi X DPR Sebut Harus Ada Alat Ukur yang Jelas ketika Ujian Nasional Dihapus

Anggota Komisi X DPR Fraksi PKS, Ledia Hanifa turut berkomentar terkait kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang menghapus Ujian Nasional (UN).

Diketahui, pada 2021 UN akan diganti dengan assesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

Menurut Ledia Hanifa, ketika UN dihapus seharusnya ada evaluasi yang menyeluruh serta harus ada alat ukur yang jelas untuk menggantikan UN.

Tanggapan tersebut disampaikan Ledia Hanifa dalam acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah kanal YouTube KompasTV, Rabu (11/12/2019).

"Ya memang harus dilakukan evaluasi menyeluruh, ini kalau diubah, diubahnya evaluasi yang seperti apa harus clear dulu," ujar Ledia Hanifa.

Ledia Hanifa menilai jika yang dipakai untuk alat ukur kemudian assesmen kompetensi minimum dan survei karakter, itu sebenarnya alat ukur yang biasa dan memang harus dilakukan.

"Ini sebenarnya alat ukur biasa dan harus dilakukan, problem-nya guru kita punya kemampuan itu atau tidak," kata Ledia Hanifa.

Lebih lanjut, Ledia Hanifa menjelaskan setiap pendidikan memang perlu evaluasi hanya saja alat ukurnya perlu disepakati lebih dulu.

"Menurut saya bagian pertama yang harus dilakukan adalah assesmen di awal," terangnya.

Menurut Ledia Hanifa, assesmen kompetensi seharusnya dimulai dari tiga tahun pertama anak duduk di sekolah dasar untuk membekali anak-anak learning how to learn.

"Ketika siswa itu belum masuk, dia di asses dulu kemampuan dasarnya kemudian perilaku dan segala macam, saya rasa pertiga tahun cukup," jelas Ledia Hanifa.

Sementara itu, Ledia Hanifa juga menyoroti persoalan UN dipakai untuk mengukur kognitif itu tidak tepat.

Karena seharusnya ujian nasional menjadi bahan evaluasi pembelajaran bukan evaluasi pada siswa.

"Jadi bisa dibilang sebenarnya evaluasi untuk sekolah dan guru, apakah benar mereka sudah memberikan pendidikan yang tepat atau tidak," ungkap Ledia Hanifa.

Ledia Hanifah menilai ada keanehan dalam ujian nasional ditingkat SMA yang menggunakan pendekatan high order thinking skills.

Namun, sepanjang pendidikan yang mereka terima tidak pernah mendapatkan bagaimana melakukan dan memikirkan sesuatu yang dengan kritis melalui pendekatan high order thinking skills.

Ledia Hanifa mengatakan jika sudah dua tahun ini, UN tidak menentukan kelulusan namun hanya bagian dari evaluasi.

"Cuma problem nya adalah itu dipakai benar atau tidak oleh pemerintah untuk menjadi bahan evaluasi, pada kenyataannya kan tidak," terang Ledia. 

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini