Seiring dengan makin meningkatnya ancaman yang terjadi di wilayah perbatasan serta kasus lainnya seperti terorisme hingga pencurian Sumber Daya Alam (SDA), pemerintah tentunya memerlukan alat yang canggih serta SDM yang memadai untuk mengantisipasi permasalahan tersebut.
"Kebutuhan pengawasan dari udara yang efisien dan kemampuan muatan (payload) yang lebih besar dan jangkauan radius terbang yang jauh secara continue menjadi kebutuhan yang harus diantisipasi," kata Hammam.
Perlu diketahui, inisiasi pengembangan PUNA MALE ini telah dimulai sejak 2015 silam oleh Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Hal tersebut ditandai melalui kesepakatan rancangan, kebutuhan dan tujuan (DR&O) PUNA MALE yang akan dioperasikan TNI, khususnya TNI Angkatan Udara (AU).
"Proses perancangan dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil uji nya di tahun 2016 dan tahun 2018," jelas Hammam.
Proses berikutnya dilanjutkan dengan pembuatan engineering document and drawing tahun 2017 melalui anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.
Baca: Kaleidoskop 2019, Ibunya Memilih Pergi, Bocah SD Ini Rawat Ayah yang Sakit Tumor Otak Seorang Diri
Lalu perjanjian bersama pun dibentuk dengan adanya Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE) pada tahun yang sama pada 2017.
Kerja sama ini dibangun Kemhan RI melalui Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), serta BUMN melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) dan PT Len Industri.
Kemudian pada 2019 ini, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pun masuk sebagai anggota konsorsium tersebut.
Hammam menyampaikan, tahap manufacturing pun dimulai melalui beberapa tahapan pada 2019.
"Langkah ini diawali dengan adanya proses design structure, perhitungan Finite Element Method, pembuatan gambar 3D serta detail drawing 2D yang dikerjakan oleh engineer BPPT dan disupervisi oleh PT Dirgantara Indonesia," kata Hammam.
Kemudian dilanjutkan melalui proses pembuatan tooling, molding, cetakan dan fabrikasi dengan proses pre-preg dengan autoclave.
Pada tahun yang sama, dilakukan pula pengadaan Flight Control System (FCS) yang diproduksi di Spanyol.
Rencananya FCS ini akan diintegrasikan di awal 2020 pada prototype PUNA MALE pertama (PM1) yang telah dibuat oleh engineer BPPT dan PT Dirgantara Indonesia.