Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Korban banjir dan longsor Jabodetabek yang mengalami kerusakan rumah akibat bencana dipastikan akan mendapatkan dana stimulan dari pemerintah. Nominalnya, tergantung kondisi kerusakan yang diterima masing-masing rumah.
Hal tersebut merupakan intruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) agar rumah yang mengalami kerusakan mendapatkan dana stimulan dari pemerintah.
"Bapak presiden telah menugaskan BNPB. Rumah rusak berat itu nanti akan mendapatkan bantuan dana stimulan senilai Rp50 juta, rusak sedang itu Rp25 juta, yang rusak ringan Rp10 juta," kata Kepala BNPB Doni Monardo, saat meninjau banjir di Gudang BNPB Pondok Gede, Jatiasih, Bekasi, Sabtu (4/1/2020).
Namun demikian, ia menyebutkan dana tersebut bisa dicairkan asalkan pemerintah daerah setempat menetapkan status bencana tersebut dalam status darurat.
Baca: Suka Duka Sutinah Hadapi Banjir Rutin di Kampung Semanan Kalideres
Baca: Sederet Fakta Camat Ciledug Viral Gegara Marahi Relawan Banjir: Dipisahkan Polisi hingga Kronologi
Baca: Lasmidi Kaget, Hujan Deras di Malam Tahun Baru Merendam Rumahnya hingga Atap
"Karena kalau tidak ada status darurat, BNPB tidak bisa memberikan bantuan kepada daerah tersebut," tukasnya.
Mekanisme Proses Pencairan Dana Stimulan Korban Bencana
Kepala Pusat Data Informasi (Kapusdatin) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo menyatakan, dana stimulan merupakan standar kebijakan pasca bencana yang harus dipenuhi oleh pemerintah kepada korban. Tidak hanya banjir, kebijakan ini bisa digunakan pada bencana bencana lainnya.
Nantinya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) akan mendata terlebih dahulu total kerusakan rumah yang ada di daerahnya masing-masing. Pendataan itu penting agar pemerintah bisa memberikan dana stimulan yang tepat sasaran.
"Kalau misal tadi sudah dihitung sama BPBD, ini rumahnya ada 100 yang rusak berat, ada 50 yang rusak sedang dan berapa lagi yang rusak ringan. itu ditetapkan dulu oleh BPBD," ungkap Agus saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (4/1/2020).
Setelah ditetapkan BPBD, Agus menerangkan, nantinya akan ada semacam surat keputusan (SK) terkait daftar rumah mana saja yang berhak menerima dana dari pemerintah. Sesudah itu, BPBD akan meneruskan SK tersebut kepada BNPB untuk meminta dana.
"Nanti BNPB akan memutuskan ini sekian milliar, itu nanti mekanisme bangunnya gimana ada membuat kelompok dulu, ada fasilitatornya terus nanti dibangun dan diawasi supaya rumahnya beneran. Jangan sampai dikantongi duitnya," jelasnya.
Dia juga mengungkapkan, nantinya rumah yang rusak tersebut tidak dibangun oleh warga sendiri. Melainkan rumah tersebut akan dibangun oleh pemerintah.
"Setelah diputuskan oke, rumah akan dibangun pemerintah rumah. Jadi uangnya nanti ada kelompoknya, nanti diawasi oleh PU supaya dipastikan rumahnya bener. Nanti uangnya Rp 50 juta dipakai uang sembarangan sisanya dikantongi. Bisa masuk penjara kalau gitu," tuturnya.
Selama rumah yang rusak dibangun pemerintah, dia bilang, masyarakat juga mendapatkan dana tunggu hunian paling lama selama 6 bulan. Nantinya, uang tersebut bisa digunakan korban untuk menyewa rumah tinggal sementara.
"Jadi tidak (mengungsi) bangun tenda-tenda dan bangun rumah sementara dulu. Tapi langsung dibuatkan rumah tapi dikasih waktu seperti (gempa) di Ambon. Ambon kayak gitu, oke rumahmu dihitung sekian, nanti kita bayar Rp50 juta per rumah. Selama dibangun pemerintah dia kan nunggu. Dikasih uang namanya dana tunggu hunian," tandasnya.