News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Laut Natuna Diklaim China

Bakamla Sebut 5 Kapal Coast Guard Cina Masih Berada di Sekitar Perairan Natuna

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tangkap Layar YouTube KompasTV Inilah momen KRI Tjiptadi-381 mengusir kapal Coast Guard China untuk keluar ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Internasional Laut Natuna Utara. Peristiwa ini terjadi pada 30 Desember 2019. Sebelumnya, China Coast Guard tengah mengawal aktivitas perikanan.

"Karena aktifitas itu kan dilakukan oleh kapal-kapal non militer ya. Artinya Coast Guard itu adalah kapal sipil. Makanya kita yang di depan harus kapal KKP dan kapal Bakamla. Nanti KRI akan memback up," kata Nursyawal.

Baca: Hidayat Nur Wahid Puji Retno Marsudi dan Kritik Luhut Panjaitan Terkait Klaim Cina di Laut Natuna

Ia mengatakan, sejauh ini telah melakukan kontak radio dan coba mengusir kapal coast guard Cina dari wilayah perairan ZEEI.

Meski begitu, upaya tersebut juga mendapat perlawanan berupa manuver-manuver penghalangan dari kapal coast guard Cina.

"Tanggal 31 Desember kemarin KRI bertemu dengan kapal Coast Guard Cina, di saat KRI ingin menghadang, mereka melakukan manuver-manuver menghalang-halangi upaya KRI," kata Nursyawal.

Dari hasil pantauan Bakamla, ia mengatakan hari ini belum melihat kapal nelayan Indonesia yang berada di wilayah yurisdiksi perairan Indonesia tersebut.

Meski begitu, ia menilai ada baiknya jika kapal nelayan Indonesia juga berada di wilayah tersebut untuk menangkap ikan agar keadannya berimbang.

"Sejauh ini kami belum memonitor kalau ada kapal ikan Indonesia yang berada di sana. Ada bagusnya juga kalau mungkin ada kapal ikan Indonesia di sana untuk perimbangan, jadi adil kapal ikan Indonesia ada di sana," kata Nursyawal.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan empat poin sikap pemerintah Indonesia atas masuknya sejumlah kapal nelayan dan Coast Guard Cina ke Perairan Natuna sejak beberapa hari lalu.

Sikap tersebut disampaikan secara tegas usai Rapat Paripurna Tingkat Menteri yang bertujuan untuk menyatukan dan memperkuat posisi Indonesia dalam menyikapi situasi di Perairan Natuna di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Jumat (3/1/2020).

Rapat tersebut dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan dihadiri oleh Panglima TNI Mersekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Siwi Sukma Adji, Kepala Bakamla Laksamana Madya A Taufiqoerrahman, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

"Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia," kata Retno.

Kedua, Retno menegaskan wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yakni UNCLOS 1982.

Ketiga, Retno menegaskan Tiongkok merupakan salah satu pihak dalam UNCLOS 1982. Oleh karena itu Retno menagaskan Tiongkok wajib untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982.

"Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak, yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," tegas Retno.

Selain hal tersebut, Retno juga mengatakan dalam rapat tersebut disepakati pula akan adanya intensifikasi patroli di wilayah Perairan Natuna.

"Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan-kegiatan perikanan yang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di Perairan Natuna," kata Retno.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini