TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jasa Marga bersama anak usahanya PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (JLJ) mengeluarkan joint statement menanggapi siaran pers Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tanggal 7 Januari 2020 tentang pemutusan hubungan kerja (PHK_ terhadap Mirah Sumirat, aktivis KSPI karyawan JLJ yang dikaitkan dengan ketidakhadiran Dirut Jasa Marga Desi Arryani dalam pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pernyataan tertulisnya yang dikirim hari ini, Rabu, 8 Januari 2020, Corporate Secretary Jasa Marga M. Agus Setiawan menyayangkan kasus PHK Mirah Sumirat di PT JLJ disangkut pautkandengan ketidakhadiran Desi Arryani sebagai saksi di KPK beberapa waktu lalu.
“Undangan Ibu Desi Arryani sebagai saksi bukan dalam kapasitasnya sebagai direktur utama Jasa Marga dan tidak terkait dengan kegiatan Jasa Marga. Undangan Ibu Desi Arryani sebagai saksi adalah dalam kapasitasnya sebagai mantan pegawai Waskita Karya, terkait dengan kegiatan Waskita Karya,” kata Agus dalam pernyataannya.
Agus menyatakan, Jasa Marga sebagai good corporate citizen selalu kooperatif membantu KPK dalam melaksanakan tugasnya.
Agus juga menegaskan komitmen komisaris, direksi, jajaran manajemen dan karyawan Jasa Marga serta seluruh kelompok usahanya mendukung upaya rekstrukturisasi serta peningkatan Good Corporate Governance (GCG) di BUMN yang dilakukan Menteri BUMN Erick Thohir.
Baca: KSPI Menolak Omnibus Law Karena Merugikan Buruh
"Jasa Marga mendukung upaya transformasi BUMN ini salah satunya dengan memastikan selama 3 tahun terakhir Jasa Marga dan kelompok usahanya telah melakukan transformasi besar-besaran sehingga hingga akhir tahun 2019 Jasa Marga berhasil mengoperasikan hingga 1.162 Km jalan tol, naik hampir dua kali lipat dari panjang jalan tol di akhir tahun 2016,” sebut Agus.
Terkait dengan PHK terhadap Mirah Sumirat, Agus menyatakan, PT JLJ telah menyelesaikan dengan baik proses PHK tersebut dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Agus mengatakan, PHK terhadap Mirah Sumirat telah melalui semua tahapan-tahapan yang diatur dalam perundangan.
“Jika ada ketidakpuasan terhadap hal ini, negara ini adalah negara hukum maka kami sarankan untuk menempuh jalur hukum dan tidak menggunakan hal lain seperti pengerahan massa dan sejenisnya,” kata Agus.
Kuasa hukum PT JLJ Jhon Girsang mengatakan menyatakan, tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan JLJ terhadap Undang-Undang No. 13 Tentang Ketenagakerjaan sebagaimana dinyatakan Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) dan KSPI.
“Berdasarkan fakta-fakta serta kebenaran yang sebenar-benarnya, justru PT JLJ telah memberikan keleluasaan, kebebasan kepada karyawannya untuk menjadi anggota maupun pengurus Serikat Pekerja, serta dalam menjalankan kegiatan organisasi tersebut selalu didukung oleh perusahaan baik termasuk dalam memberikan berbagai fasilitas seperti penyediaan ruangan, pembayaran biaya listrik, air, pemeliharaan dan kelengkapan sekretariat dan lainnya serta memberikan dukungan dalam bentuk material/ dana atas kegiatan-kegiatan Serikat Pekerja di lingkungan PT JLJ,” sebut Jhon.
Jhon Girsang juga menjelaskan bahwa status kekaryawanan Mirah Sumirat dengan PT JLJ telah berakhir demi hukum sebagaimana surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) No. 119/KPTS-JLJ/IV/2019 tertanggal 18 April 2019 dikeluarkan atas jdasar pelanggaran-pelanggaran yang telah terbukti dilakukan oleh Mirah Sumirat.
JLJ memberikan 3 kali Surat Peringatan (SP) kepada yang bersangkutan terkait tindakan indispliner menurut peraturan perusahaan yang berlaku di JLJ.