"Karena versi China sudah jelas ilegal, kita punya versi jelas di bawah UNCLOS," ungkapnya.
Diketahui, dasar yang dipakai China untuk mengklaim Perairan Natuna yang masuk wilayah Laut Cina Selatan adalah sembilan garis putus atau nine dash line.
Nine dash line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Evan menyebut, dari Bakamla, TNI Angkatan Laut dan jajarannya memang harus berusaha dengan semua keterbatasan yang ada.
"Dan memang saya rasa sudah maksimal sebisa mungkin di lapangan," terang Evan.
Evan mengungkapkan, persoalan ini sudah terjadi berulang kali.
Oleh karena itu, persoalan ini bukan di lapangan soal kapal-kapal China yang ada di Natuna.
Namun, persoalan terletak pada diplomasi Indonesia dan China.
"Kenapa? Kita sudah mengeluarkan nota protes, nggak ada perubahan, kita sudah menyampaikan bahkan memanggil Duta Besar (Dubes) China ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)," ungkap Evan.
Evan menungkapkan, persoalannya ada sebagaimana Indonesia harus bisa meningkatkan eskalasi.
"Bukan di lapangan, tapi di diplomasi dan opsi-opsi diplomasi ini yang menurut saya belum cukup dieksplor," paparnya.
Meski Indonesia sudah solid, dan kuat di bawah UNCLOS tapi menurut Evan hal tersebut belum cukup.
"Nggak cukup untuk mengubah behaviour China," terangnya.
Tujuan Indonesia bukan untuk meminta China melepaskan nine dash line mereka.