Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku jika pimpinan lembaga antirasuah jilid V tak takut digugat.
Sebab, setelah berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2019 atau UU KPK hasil revisi menamatkan pasal yang menyebutkan pimpinan komisi sebagai penyidik dan penuntut umum.
Hal itu dikhawatirkan sebagian pihak bahwa penyidikan yang dilakukan KPK secara legalitas bermasalah jika surat perintah penyidikan (sprindik) diteken oleh komsioner.
Dalam penetapan tersangka terhadap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah pada Rabu (8/1/2020) malam, jelas Alex, sprindik tetap ditandatangani pimpinan KPK.
Menurut Alex, UU KPK hasil revisi secara keseluruhan tidak menghilangkan pimpinan sebagai penanggung jawab tertinggi.
"Sprindik tetap ditandatangani pimpinan. Meski dalam UU KPK baru tidak disebutkan eksplisit lagi seperti UU lama, pimpinan masih penanggungjawab tertinggi di KPK," jelas Alex dalam jumpa pers penetapan tersangka Bupati Sidoarjo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2020).
Terkait kemungkinan hal tersebut rawan didugat praperadilan, Alex mengaku tidak khawatir.
"Itu hak dari para tersangka. Nanti kalau ada yang keberatan soal penandatanganan sprindik silakan di praperadilan. Apakah kami khawatir, tidak. Silakan itu hak tersangka," tuturnya.
KPK menetapkan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah sebagai tersangka penerimaan suap terkait proyek infrastruktur.
KPK menyita uang Rp1,8 miliar kala mengamankan Saiful dalam operasi tangkap tangan (OTT), Selasa (7/1/2020).
Diduga sebagai penerima suap ialah Saiful Ilah selaku Bupati Sidoarjo, Sunarti Setyaningsih selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo, Judi Tetrahastoto selaku pejabat pembuat komitmen Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo, dan Sanadjihitu Sangadji selaku Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan.
Kemudian, tersangka lain sebagai pemberi ialah pihak swasta/kontraktor bernama Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi.
Pemberian suap itu diduga berkaitan dengan sejumlah proyek di Kabupaten Sidoarjo yakni pembangunan Wisma Atlet senilai Rp13,4 miliar, pembangunan Pasar Porong senilai Rp 17,5 miliar, proyek Jalan Candi-Prasung senilai Rp21,5 miliar, dan proyek peningkatan Afv Karang Pucang, Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran, senilai Rp5,5 miliar.
Atas perbuatannya Saiful, Sunarti, Judi, dan Sanadjihitu disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Ibnu dan Totok disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.