"Sesuai perintah Presiden Joko Widodo, kapal-kapal tersebut akan ditangkap dan diproses secara hukum," ujar Yudo, dikutip dari Kompas.com, Senin (13/1/2020).
Sebelumnya, Pakar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menyampaikan, banyak kalangan internasional mempertanyakan langkah pemerintah Indonesia yang menghadirkan KRI di wilayah Perairan Natuna Utara.
Menurutnya, kapal- kapal perang tersebut berada di wilayah ZEE Indonesia dan bukan di wilayah kedaulatan Indonesia.
Ia berujar, wilayah kedaulatan merupakan kawasan yang berada dalam jangkauan hingga 12 mil dari bibir pantai, sedangkan ZEE mencapai 200 mil.
"Sebenarnya, mohon maaf, orang banyak yang kaget di luar negeri, kok AL banyak berada di ZEE. Karena biasanya itu kapal-kapal sipil," kata Hikmahanto di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020), dikutip dari Kompas.com.
Hikmahanto menambahkan, fungsi kapal TNI AL di sana tidak hanya sebagai penegak kedaulatan, tetapi juga sebagai penegak hukum.
"Kalau mau tandingi dari China, coast guard ini, ya kapal TNI AL. Tapi dunia internasional pandang ini aneh, kok kapal militer di situ," ujarnya.
"Tapi saya sebagai orang Indonesia akan mengatakan bahwa kapal TNI AL itu tidak hanya berperan sebagai penegak kedaulatan, tetapi juga penegak hukum," lanjutnya.
Lali, Hikmahanto yakin bahwa persoalan ini tidak akan terlalu berdampak serius terhadap hubungan antara Indonesia dengan China.
Menurutnya, baik kapal Bakamla maupun TNI AL yang bertugas dalam patroli tersebut, sama-sama telah mengetahui prosedur dan ketetapan yang berlaku.
Ia menyampaikan, hal itu terbukti tidak adanya penggunaan alutsista untuk menyerang kapal coast guard maupun kapal nelayan asal China.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Hadi Maulana/Dani Prabowo)