"Indonesia sudah pernah menyelesaikan perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Namun belum diselesaikan proses ratifikasinya oleh DPR."
"Dari situ memang proses internal domestik kita belum selesai. Jadi kita dari sisi itu kita belum bisa memberlakukan ektradisi karena belum diratifikasi," kata Teuku Faizasyah saat dihubungi Tribun.
Menurut dia, mengadakan perjanjian ekstradisi bukan perkara mudah bagi kedua negara.
Banyak kendala dan masalah yang ditemui.
Baca: Update Harun Masiku Jadi Buronan KPK: Sudah Berada di Luar Negeri Dua Hari sebelum OTT
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura sendiri dimulai proses diplomasinya sejak tahun 1973.
Pada 2007 baru terlaksana, tetapi belum diratifikasi sampai hari ini.
"Proses internal kita belum selesai karena waktu itu, di era jaman Presiden SBY periode pertama (tahun 2007). Banyak perbedaan pendapat didalam negeri sehingga belum bisa diratifikasi," ungkap dia.
Kasus teranyar menyeret buronan KPK, Harun Masiku.
Politikus PDIP tersebut tercatat pergi ke Singapura sejak 6 Januari 2020.
Harun Masiku merupakan tersangka kasus suap terkait proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih dari Fraksi PDIP periode 2019-2024.
Minta bantuan interpol
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bakal memburu caleg PDIP Harun Masiku yang telah menyandang status tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan PAW anggota DPR.
Ditjen Imigrasi menyebut Harun Masiku telah meninggalkan Indonesia dan terbang ke Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 6 Januari 2020.
Dengan demikian, Harun Masiku telah berada di Singapura dua hari sebelum Lembaga Antikorupsi melancarkan operasi tangkap tangan (OTT) dan menangkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan serta tujuh orang lainnya pada Rabu (8/1/2020) lalu.
Baca: Kejaksaan Agung Selidiki 55.000 Transaksi Terkait Kasus Jiwasraya