"Jadi saya kira kita tidak berlomba-lomba mencari berapa baik, berapa yang buruk," terangnya.
Mendengar tanggapan Bivitri, Mahfud MD justru malah menyebut Bivitri salah alamat.
"Salah alamat ini, salah alamat, begini lho, kalau hukum jelek itu, itu bukan pemerintah, itu kan pengadilan," kata Mahfud MD.
Menurutnya, kalau sekarang banyak koruptor yang bebas, itu persoalannya terletak pada Mahkamah Agung.
"Wah sekarang zaman Pak Jokowi nih koruptor banyak bebas, lha yang membebaskan siapa? kan Mahkamah Agung," katanya.
Ia menuturkan, jika Presiden Jokowi sudah tegas dalam melakukan penegakkan hukum.
"Kalau presiden, kita kan sudah tegas, tegakkan hukum tanpa pandang bulu, yang tidak perlu diberi ampun jangan diberi ampun," jelasnya.
"Yang memberikan MA lalu disalahkan pemerintah lagi," tambahnya.
Mahfud lantas memberikan contoh kasus Garuda, Asabri, dan Jiwasraya.
"Itu kan dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Menteri BUMN."
"Lalu prestasinya bukan dianggap hukum, dianggap prestasi bidang keuangan, padahal ini penegakkan hukum," ungkapnya.
Mahfud MD menyebut, seharusnya penilaian harus dilakukan secara obyektif.
"Bahwa ada kekurangan sudah pasti, tapi dilihat juga dong prestasi-prestasinya agar bisa imbang dan yang menilai itu publik bukan satu orang Bivitri," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)