Terlebih, menurut Kurnia, dengan embel-embel partai, Yasonna justru mengikuti konferensi pers PDIP terkait kasus tersebut.
“Karena ini sudah masuk penyidikan per tanggal 9 Januari kemarin harusnya tidak jadi hambatan bagi untuk menindak Yasonna dengan Pasal 21 tersebut,” ujar Kurnia.
Dalam laporannya, koalisi juga membawa bukti-bukti dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan Yasonna.
Baca: Jubir KPK Ali Fikri Pastikan Harun Masiku Sudah Dicegah ke Luar Negeri: Per 13 Januari 2020
Salah satunya berupa rekaman CCTV mengenai datangnya Harun Masiku ke Indonesia pada 7 Januari 2020.
“Kami bawa CCTV yang sudah beredar di masyarakat, kedatangan Harun di Soetta 7 Januari 2020 itu kan sebenarnya perdebatannya. Enggak masuk akal alasan Kumham," katanya.
Menurut dia, sebetulnya sederhana untuk mengetahui keberadaan Harun Masiku dengan mencek CCTV di bandara.
"Tapi itu enggak ditindaklanjuti dengan baik. Rentang 2 minggu kita pandang enggak cukup membenarkan alasan dari Dirjen Imigrasi kemarin,” ujar Kurnia.
Seperti diketahui, caleg dari PDIP Harun Masiku melakukan penyuapan agar Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersedia memproses pergantian anggota DPR melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).
Upaya itu, dibantu oleh mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP Saeful Bahri.
Baca: Istri Bantah Harun Masiku Mengunjunginya: Itu Bohong, Kalau Datang Saya Langsung Laporkan!
Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun.
Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.
Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK.
Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Donny selaku advokat.