"Harus ada misalnya dari Kementerian Perlindungan Anak, ada Kementerian Sosial di situ, ada psikolog-psikolog handal di situ," kata Ridlwan.
Hal tersebut perlu dilakukan lantaran, mengubah psikologi anak butuh usaha lebih keras.
Apalagi anak-anak yang terlibat pasca konflik, dengan situasi mereka melihat darah hampir setiap hari.
"Tidak hanya melihat(darah), mereka dilatih memegang pisau, mereka dilatih untuk menusuk orang."
"Jadi merehabilitasinya memang beban berat tetapi masih memungkinkan menurut kami," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri) (Kompas.com/Ihsanuddin/Dian Erika Nugraheny)