Proses ini dilakukan melalui berbagai fasilitas laboratorium dan pengolahan limbah radioaktif.
Heru menambahkan pihaknya telah berupaya untuk melakukan proses clean up dengan mengambil sumber pemapar yang memancarkan radiasi di atas ambang itu.
Selain itu, juga mengambil seluruh vegetasi dan tanah untuk kemudian dilakukan pengujian di fasilitas yang dimiliki Batan.
"Dari hasil clean up itu, bahan penyebab paparan radiasi telah ditemukan bercampur dengan tanah. Temuan itu saat ini sedang dianalisis di laboratorium Batan," jelas Heru.
Proses clean up, disebut sebagai upaya pertama yang harus dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat dan lingkungan agar tidak terpapar radiasi.
Melalui proses awal ini, Batan memperoleh vegetasi dan tanah yang dimasukkan ke dalam 52 drum berkapasitas 100 liter.
Heru menjelaskan, setelah dilakukan proses clean up, didapatkan penurunan paparan radiasi sebesar 30 persem dari 149 mikro sivet per jam.
Pengecekan terakhir itu dilakukan pada Sabtu dini hari yakni 98,9 mikrosivet per jam.
Menurutnya, proses pembersihan ini masih akan terus dilanjutkan hingga wilayah komplek tersebut dinyatakan aman dari paparan radiasi nuklir.
"Proses clean up ini akan terus dilanjutkan sampai area tersebut benar-benar bersih dan tidak membahayakan bagi warga dan lingkungan," tegas Heru.
Baca: Ahli Australia Ungkap Alasan Ini yang Memungkinkan Indonesia Tak Dapat Deteksi Virus Corona
Baca: Dana BOS Bisa Digunakan untuk Membayar Guru Honorer, Tapi Ada Syaratnya
Terkait lama proses dari upaya clean up ini, ia memperkirakan akan dilakukan hingga 20 hari ke depan, yakni terhitung sejak tanggal 12 februari 2020.
Namun pihaknya berharap wilayah itu bisa dinyatakan bersih sebelum mencapai target 20 hari pembersihan.
Heru menuturkan bahwa saat ini pihaknya tengah mempersiapkan upaya pengecekan whole body counting kepada warga di wilayah itu.
Hal ini tentu saja untuk mengetahui seberapa besar dampak kontaminasi.