Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menyarankan aparat penegak hukum untuk menjerat koruptor dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Selama beberapa tahun belakangan ini, dia menilai, terjadi penurunan angka koruptor yang dijerat menggunakan aturan TPPU.
Jika, pada 2018 masih terdapat 8 kasus yang notabene koruptor dijerat aturan itu, pada 2019, mengalami penurunan hanya menjadi 3 kasus.
Baca: Geledah 2 Rumah Anggota DPRD Tulungagung, KPK Nihil Hasil
Pada 2019, contoh kasus yang dikembangan dan dikenakan aturan TPPU oleh KPK, yaitu kasus pengadaan mesin yang melibatkan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
"Minimnya pemidanaan pencucian uang menunjukkan penegak hukum tidak serius dalam konteks kemiskinan atau efek atau menjerakan koruptor. Bagaimana juga konsep korupsi tidak pemidanaan badan, tetapi juga secara ekonomi," kata Wana Alamsyah dalam sesi jumpa pers di kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (18/2/2020).
Dia menilai aparat penegak hukum belum memiliki perspektif atau upaya untuk melakukan perampasan aset atau kewenangan memiskinan koruptor.
"Ini menjadi tantangan. Bagaimana kemudian ada suatu kasus korupsi itu juga bisa dikenakan pasal pencucian uang," kata dia.
Baca: Boyamin: KPK Salah Tafsir soal Potensi Korupsi di PT Bumigas Energi
Minimnya upaya aparat penegak hukum menyelematkan kerugian negara itu bertentangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo pada saat sidang DPR-DPD RI 2019.
"Jokowi menyampaikan kritik kepada penegak hukum, ukuran pemberantasan korupsi itu harus diukur keberhasilannya bukan hanya diukur dari jumlah kasus. Tetapi juga bisa diukur dari berapa kerugian negara dan berapa yang bisa diselamatkan. Tetapi ternyata penegak hukum tidak mematuhi apa yang disampaik atau yang dikiritik presiden," tuturnya.
Sementara itu, peneliti ICW lainnya, Tama Langkun menilai aparat penegak hukum masih belum serius dalam menerapkan tindak pidana pencucian uang.
Baca: Di DPR, Mahasiswa UIN Sindir Prabowo Gabung Pemenang, Fadli Zon Bela Menhan Sempat Tolak RUU KPK
Padahal, dia mengungkapkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan memberikan 253 hasil analisis terkait laporan transaksi keuangan yang mencurigakan sepanjang tahun 2019.
"Padahal ada banyak kemudahan-kemudahan yang bisa didapatkan dengan menerapkan tindak pidana pencucian uang. Dan, kami juga melihat adanya ketidak konsistenan penerapan perkara-perkara pencucian uang," kata dia.
Harusnya, dia menambahkan, aparat penegak hukum memikirkan bagaimana cara menyelamatkan kerugian negara.
"Bagaimana uang-uang kerugian negara bisa sampai triliunan rupiah, itu bagaimana upaya untuk pengembalian aset itu, upaya-upaya untuk perampasan aset ini yang kemudian belum menjadi prioritas yang kita simpulkan juga bahwa ini belum juga maksimal digunakan oleh penegak hukum," katanya.