Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam Draft Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga tidak mengatur sanksi bagi pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Menanggapi hal tersebut, Ali Taher, satu di antara pengusul RUU itu mengatakan akan terus membahas bersama pengusul lainnya.
Baca: Cuti Melahirkan 6 Bulan, RUU Ketahanan Keluarga Hanya Akan Bikin Tumpang Tindih Aturan
Ia terbuka adanya saran dari masyarakat untuk RUU Ketahanan Keluarga ini.
"Substansi kan kita bahas terus menerus. Masukan, rekomendasi, saran dari masyarakat tetap terbuka untuk kita diskusikan," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Anggota Komisi VIII DPR RI ini menegaskan RUU tersebut diusulkan untuk memberikan kepastian hukum jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
"Persoalan utamanya bagaimana warna dari undang-undang itu memberikan perlindungan, jaminan, dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga atau pengabaian-pengabaian hak antara kedua belah pihak," pungkasnya.
Baca: Anggota DPR Perempuan Pengusul RUU Ketahanan Keluarga Akan Terkena Imbas Pasal 25
Selain Ali Taher, empat anggota DPR yang mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga adalah Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani (f-PKS), Sodik Mudjahid (f-Gerindra), Ali Taher (f-PAN), serta Endang Maria (f-Golkar).
Namun, kabar terakhir menyebutkan Partai Golkar menarik dukungan pembahasan RUU tersebut.
RUU Ketahanan Keluarga dikhawatirkan langgengkan KDRT
Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga. RUU tersebut dinilainya melanggengkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Wacana RUU Ketahanan Keluarga harus ditolak, karena mengabaikan pengalaman kekerasan perempuan yang terjadi di rumah dan dalam relasi personal," ujar Mutiara, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (20/2/2020).
Mutiara mengatakan data dan fakta KDRT yang dialami perempuan sama sekali tidak menjadi dasar pertimbangan dalam RUU Ketahanan Keluarga.
Oleh karenanya, Mutiara menilai istri yang wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama pada Pasal 25 ayat (3) justru akan melanggengkan KDRT.
Baca: Anggota DPR Perempuan Pengusul RUU Ketahanan Keluarga Akan Terkena Imbas Pasal 25