TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut gempa dan tsunami yang bisa terjadi di Sukabumi, Jawa Barat bukanlah sebuah prediksi.
Akan tetapi, hal tersebut merupakan hasil kajian.
Hal tersebut disampaikan Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG.
"Satu hal penting yang harus dipahami oleh masyarakat, besarnya magnitudo M=8,7 adalah potensi hasil kajian, bukan prediksi," ungkap Daryono kepada Tribunnews, Jumat (28/2/2020).
Baca: BMKG: Peringatan Dini Besok Minggu 1 Maret 2020, Waspada Cuaca Ekstrem di Sejumlah Wilayah
Daryono menjelaskan wilayah pesisir Sukabumi secara tektonik berhadapan dengan zona megathrust Samudera Hindia.
"Zona tersebut merupakan zona subduksi lempeng aktif dengan aktivitas kegempaan yang tinggi," ungkapnya.
Sejarah mencatat, pernah terjadi gempa kuat di wilayah selatan Jawa Barat dan Banten.
"Seperti pada 22 Januari 1780 (magnitudo 8.5), 27 Februari 1903 (magnitudo 8.1), dan 17 Juli 2006 (magnitudo 7.8)," ungkapnya.
Tsunami Bisa Sampai 3 Meter
Sementara itu, berdasar kajian BMKG tahun 2011 menunjukkan, zona megathrust selatan Sukabumi memiliki magnitudo gempa tertarget yaitu magnitudo 8,7.
"Kajian potensi bahaya sangat penting dilakukan untuk tujuan mitigasi dan pengurangan risiko bencana, bukan untuk menakut-nakuti masyarakat," ungkap Daryono.
Sehingga, pemerintah daerah diharapkan segera menyiapkan upaya mitigasi atau upaya mengurangi risiko bencana.
"Baik mitigasi struktural maupun non struktural," ungkapnya.
Dalam kajian yang didapatkan, dengan magnitudo 8,7 di zona megathrust, dampak gempa di Sukabumi dapat mencapai skala intensitas VIII-IX MMI dengan diskripsi dapat merusak bangunan.