"Jika besaran magnitudo M=8,7 digunakan untuk masukan skenario model tsunami maka wilayah Pantai Sukabumi mengalami status ancaman 'AWAS' dengan tinggi tsunami di atas 3 meter," ungkapnya.
Baca: BMKG Memprediksi Curah Hujan Tinggi Masih Terjadi di Wilayah Ini, Waspada Banjir
Belum Ada Teknologi Memprediksi Gempa
Meskipun kajian ilmiah mampu menentukan potensi magnitudo di zona megathrust, Daryono menegaskan, belum ada teknologi yang bisa membuat prediksi dengan tepat dan akurat tentang gempa.
"Untuk itu, di tengah ketidakpastian kapan akan terjadi gempa, maka yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkrit," ujarnya.
Hal ini untuk meminimalkan risiko kerugian sosial, ekonomi, dan korban jiwa seandainya gempa benar terjadi.
Daryono menyebut pemerintah perlu memperhatikan peta rawan bencana sebelum merencanakan penataan ruang dan wilayah.
"Termasuk dalam hal ini adalah penataan ruang pantai yang aman tsunami."
"Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak dalam mendukung dan memperkuat penerapan building code dalam membangun struktur bangunan tahan gempa," ujarnya.
Baca: Kunjungannya di Australia Berujung Sindiran, Ridwan Kamil Pulang, Langsung Tinjau Banjir Subang
Galakkan Sosialisasi
Daryono menyebutkan, adanya hasil kajian potensi bencana jangan sampai membuat masyarakat yang bermukim di dekat sumber gempa dan daerah rawan tsunami dicekam rasa takut dan khawatir.
"Warga masyarakat harus meningkatkan kemampuan dalam memahami cara penyelamatan saat terjadi gempa dan tsunami serta mengikuti arahan pemerintah dalam melakukan evakuasi," ujarnya.
Maka dari itu, Daryono menyebut kegiatan sosialisasi di daerah rawan harus digalakkan.
"Hal ini dapat membuat masyarakat lebih siap dalam menghadapi bencana. Kesiapan dalam menghadapi bencana terbukti dapat memperkecil jumlah korban," ucapnya.
Daryono pun meminta masyarakat tetap tenang dan tidak mudah terpancing isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.