Dalam kesempatan ini, Arief Budiman menuturkan, sebelum memasuki bulan Maret 2020, seluruh tahapan Pilkada 2020 dilaksanakan KPU sesuai peraturan KPU.
Namun, memasuki bulan Maret atau setelah pemerintah mengumumkan tanggap darurat nasional terkait virus corona, KPU menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait dengan protokol pelaksanaan tahapan kepada seluruh petugas di lapangan, seperti larangan tatap muka langsung dan menaati protokol pemerintah mengenai pencegahan penyebaran virus corona.
Selanjutnya, ketika pemerintah mengumumkan perpanjangan masa tanggap darurat nasional hingga Mei 2020, KPU memutu keluarkan keputusan menunda empat tahapan Pilkada selama tiga bulan, yakni pelantikan PPS, verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, perekrutan petugas pencocokan penelitian (Coklit) dan perekrutan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP).
Namun, Arief mengakui, dengan perhitungan empat tahapan tersebut ditunda selama tiga bulan, pelaksanaan pemungutan suara pun akan mundur tiga bulan atau pada Desember 2020.
Akan tetapi, katanya, bulan Desember dirasa masih sangat riskan lantaran belum diketahui secara pasti kapan wabah corona akan berakhir. KPU khawatir, dengan waktu yang tidak pasti, pelaksanaan Pilkada akan kembali mundur.
Demikian pula halnya jika mengambil opsi pelaksanaan pemungutan suara digelar pada Maret 2021. Apalagi terdapat pendapat yang menyebut wabah corona baru akan berakhir pada Oktober 2020.
Sementara, dari seluruh tahapan Pilkada, banyak aktifitas dengan skala besar terjadi sekitar enam bulan sebelum hari pemungutan. Untuk itu, Arief mengakui opsi penundaan Pilkada selama setahun menjadi opsi yang paling masuk akal dibanding opsi lainnya.
"Awalnya kita mau Juni 2021, tapi kalau penundaan berkali-kali dikhawatirkan tidak cukup ruang," kata Arief Budiman.