Kelima, yakni adanya dugaan manipulasi barang bukti di persidangan.
Mulai CCTV yang tak dihiraukan penyidik hingga sidik jari yang tidak mampu diindentifikasi kepolisian pada gelas dan botol yang dijadikan alat untuk melakukan penyiraman terhadap Novel.
"Persidangan Kamis, 30 April 2020 baju Novel yang pada saat kejadian utuh, dalam persidangan ditunjukkan hakim dalam kondisi terpotong sebagian di bagian depan. Diduga bagian yang hilang terdapat bekas dampak air keras," ujar Arif.
Keenam, jaksa disebut mengaburkan fakta air keras yang digunakan untuk penyiraman.
Jaksa justru mengarahkan bahwa air yang mengakibatkan kebutaan pada mata Novel bukan air keras.
Ketujuh, kasus kriminalisasi Novel kembali diangkat untuk mengaburkan fokus pengungkapan motif penyerangan.
Ini dilihat selama proses peradilan berjalan terdapat pergerakan untuk kembali memojokkan Novel dalam kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu.
Kedelapan, dihilangkannya alat bukti saksi dalam berkas persidangan.
Saksi-saksi penting dan relevan dari pihak korban yang tidak dihadirkan jaksa.
"Hal ini merupakan temuan dugaan pelanggaran serius, bentuk upaya sistematis untuk menghentikan upaya membongkar kasus penyerangan Novel secara terang," tegas Arif.
Kesembilan, pada pemeriksaan saksi Novel Kamis, 30 April 2020, ruang pengadilan dipenuhi aparat kepolisian dan orang-orang yang diduga dikoordinasikan untuk menguasai ruang persidangan.
Bangku pengunjung mestinya dapat digunakan bergantian oleh seluruh pengunjung, dikuasai orang-orang tertentu.
"Sehingga publik maupun kuasa hukum dan media yang meliput tidak dapat menggunakan fasilitas bangku pengunjung untuk memantau proses persidangan," kata Arif.
Dalam kasus ini, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette didakwa melakukan penganiyaan berat kepada Novel secara bersama-sama dan direncanakan.