News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menyoal Kebebasan Berpendapat, Din Syamsuddin: Itu Sesuatu yang Hal Sakral, Fitrah Kemanusiaan

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban (UKP DKAAP), Din Syamsuddin

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Din Syamsuddin menjelaskan makna dari sebuah kebebasan berpendapat.

Hal itu diungkapkan Din dalam Webinar Nasional bertajuk Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19, Senin (1/6/2020).

Menyoal kebebasan berpendapat, Din menjelaskannya dari perspektif Islam dan pemikiran politik Islam.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2010 Din Syamsuddin usai menghadiri prosesi pemakaman almarhum Bahtiar Effendy di Taman Pemakaman Umum (TPU) Lemperes Depok, Jawa Barat, Kamis (21/11/2019). (Fransiskus Adhiyuda/Tribunnews.com)

Ia mengatakan, terkait kebebasan berpendapat, para ulama memahaminya sebagai salah sati dari tiga dimensi penting dari kebebasan.

Sementara, lanjut dia, kebebasan itu adalah hak manusiawi dan hak makhluk.

"Bahkan Sang Pencipta menyilahkan manusia mau beriman maupun tidak beriman, ini pangkal dari sebuah kebebasan," kata Din, seperti dikutip dari siaran langsung di kanal YouTube Mahutama.

Oleh karena itu, kata Din, kebebasan pada manusia ini dipandang sebagai seuatu yang melekat pada manusia itu sendiri.

Dia menyebut, manusia memiliki kebebasan berkehendak dan berbuat.

Baca: Teror Diskusi UGM, Komnas HAM: Jika Dibiarkan Berpotensi Ancam Kebebasan Sipil dan Akademik

Din Syamsuddin (Tangkapan Layar Youtube)

"Oleh karena itulah, ada yang memandang, seperti yang saya kutip dari Mohammad Abdul melihat atau menilai kebebasan itu sebagai sesuatu yang sakral dan transendental."

"Sebagai sesuatu yang suci dan melekat dengan fitrah kemanusiaan, manusia bebas walupun terbatas," kata Din.

Lebih lanjut, Din menjelaskan, Abdul menilai kebebasan itu hanya bisa diaktualisasikan oleh manusia kalau manusia sudah melewati dua fase kehidupannya.

Fase pertama adalah eksistensi, alamiah ketika manusia masih berada dalam masa jahiliah atau kebodohan.

Kedua, fase sosial atau komunal, ketika manusia sudah berbudaya dan berperadaban.

Maka, lanjut Din, kebebasaan itu sesuatu yang tinggi.

Baca: Seminar Pemakzulan Presiden Dibatalkan, Refly Harun Soroti Kebebasan Berpendapat: Ada Suasana Horor

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini