Hal tersebut dibuktikannya ketika membangun kemitraan strategis (Strategic Partnership) di antara ke dua negara, Indonesia - Amerika Serikat.
Hubungan dan kerjasama yang saling menguntungkan dan saling hormat menghormati sejak lama katanya terjalin, baik pada masa pemerintahan Presiden Bush maupun Presiden Obama.
"Satu catatan, ketika hubungan Indonesia - Amerika terus berkembang dengan baik, kita juga menjalin hubungan (termasuk kemitraan strategis) dengan negara lain. Negara-negara itu sebagian adalah 'rival' Amerika," imbuhnya.
Oleh karena itu, menurutnya, sesuai amanah para pendiri republik, 'politik bebas aktif' ditegaskannya harus tetap menjadi haluan bangsa.
Politik yang diterapkannya semasa kepemimpinannya, periode 2014-2014.
Ketika itu bahkan dirinya menambahkan satu haluan politik negara, yakni 'all direction foreign policy'.
Artinya, menjalin hubungan baik ke segala penjuru dunia, apapun ideologi dan sistem politik yang dianut negara-negara tersebut.
Syaratnya, mereka menghormati kedaulatan Indonesia dan memiliki persamaan kepentingan dengan Indonesia.
"Sungguhpun saya tidak membenci dan anti Amerika, namun saya bukanlah tipe orang yang 'mendewakan' Amerika. Mengapa ini harus saya katakan?" tanya SBY.
"Banyak orang di dunia ini, saya kira di negeri kita juga ada, yang sangat mengagungkan Amerika Serikat. Seolah, negara itu selalu benar. Tidak pernah salah. Orang-orang itu juga menganggap Amerika bisa menjadi 'role model'," papar SBY.
"Menjadi panutan dan rujukan. Mungkin demokrasinya, HAM-nya, kebebasannya, pranata hukumnya, sistem politiknya, pemilunya, ekonomi pasarnya, ketokohan presidennya dan lain-lain," tambahnya.
Dalam waktu yang sangat lama, lanjutnya, Amerika Serikat juga dinilai sebagai negara yang segalanya 'paling hebat'.
Mulai dari ekonomi, militer serta dominasi politik luar negeri serta kemajuan teknologi.
Bahkan setelah berakhirnya Perang Dingin di akhir tahun 1980-an, Amerika Serikat diungkapkan SBY dianggap banyak pihak sebagai satu-satunya negara Adi Daya atau Super Power.