Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Abhan, mengungkap media sosial menjadi sarana yang dimanfaatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) melakukan pelanggaran netralitas atau keberpihakan kepada salah satu pasangan calon.
Menurut dia, bentuk pelanggaran di media sosial dan media massa berbentuk memberikan dukungan kepada pasangan calon.
"Tren pelanggaran ASN paling banyak dilakukan di medsos. Meskipun mereka tidak menyadari hal itu sebagai bentuk keberpihakan," kata dia, seperti dilansir laman Bawaslu RI, Rabu (10/6/2020).
Dia menjelaskan dari data yang dihimpun Bawaslu pada pilkada sebelumnya ada beberapa tren pelanggaran ASN.
Jumlah terbanyak penanganan pelanggaran netralitas ASN paling banyak dilakukan ASN memberikan dukungan melalui medsos atau media massa.
Baca: Setelah Anggota Bawaslu Pusat Dinyatakan Positif Covid-19, Dua Anggota Bawaslu Sulteng Dikarantina
"Jumlah paling banyak pertama yaitu ASN memberikan dukungan melalui medsos atau media massa dengan jumlah 112 pelanggaran. Kedua, ASN melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik dengan jumlah 81 pelanggaran. Dan ketiga, ASN melakukan sosialisasi bakal calon melalui Alat Peraga Kampanye (APK) dengan jumlah 34 pelanggaran," urai dia.
Abhan mengatakan, dari tren pelanggaran tersebut Bawaslu sudah membuat aturan bagi siapapun yang melakukan pelanggaran khususnya ASN yang melanggar.
Baca: Mendagri Pastikan Prosedur Pilkada Dilakukan Protokol Pencegahan Covid-19
"Sudah ada peraturan Bawaslu nomor 6 Tahun 2016 tentang Pengawasan Netralitas ASN, Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia," ujarnya.
Terkait tindak lanjut hasil penanganan dugaan pelanggaran, lanjut Abhan, Bawaslu sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) khususnya pelanggaran yang dilakukan kalangan ASN.
"Yang sudah dilakukan antara Bawaslu dan KASN pada tahun 2020 ini sudah direspon baik dan apabila terkait pelanggaranpun KASN menerbitkan rekomendasi langsung," tuturnya.
Abhan berharap, jika ada revisi Undang-undang ASN, ada aturan tegas terhadap siapa pun ASN yang melakukan pelanggaran, terlebih kewenangan ada dalam ranah KASN.
"Jadi apabila ada perubahan Undang-Undang ASN akan lebih objektif, dimana eksekutor langsung ada pada KASN. Sementara apabila terjadi pelanggaran pidana kami akan diteruskan kepada ranah Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu)," ujarnya.