News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sekjen Partai Gelora: Kenaikan PT 7 persen akan Timbulkan Guncangan Politik

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq menjadi pembicara pada diskusi polemik di Jakarta Pusat, Sabtu (16/1/2016). Diskusi tersebut membahas aksi teror yang terjadi dikawasan Sarinah pada Kamis (14/1/2016) lalu. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Gelombang Rakyat Indonesia atau Partai Gelora belum menentukan sikap terkait wacana kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dari 4 menjadi 7 persen dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Namun, secara pribadi Sekjen Partai Gelora Mahfudz Sidik menyampaikan jika menaikkan parliamentary threshold menjadi 7 persen akan melahirkan kecemasan di sejumlah partai politik.

Baca: Kemenhub Tingkatkan Intesitas Patroli Jelang Implementasi TSS Selat Sunda 1 Juli Nanti

Dan berpotensi melahirkan guncangan politik dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Dalam pengalaman revisi UU Pemilu, kenaikan itu dari 1,5 persen, 2,5 persen, 3 persen, kemudian 4 persen, artinya kalau ada kenaikan kisaran hanya 0,5 sampai 1 persen.

"Tapi kalau sekarang kenaikan parliamentary threshold melompat sampai 7 atau 8 persen, akan menciptakan kejutan dan guncangan politik pemilu," kata Mahfudz melalui keterangan tertulis, Kamis (11/6/2020).

"Kami meminta DPR dan pemerintah melihat dua faktor dalam penetapan parliamentary threshold untuk Pemilu 2024 mendatang, yakni filosofi representasi keragaman masyarakat Indonesia dalam proses politik serta variabel penyederhanaan parpol," katanya.

Namun, lanjut Mahfudz, Partai Gelora melihat ada yang lebih penting untuk dibahas selain wacana kenaikan ambang batas parlemen.

Yaitu soal pelaksanaan pemilihan anggota legislatif (pileg) serta pemilihan presiden (pilpres) secara serentak.

Berkaca dari pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 silam, menurut Mahfudz, model pelaksanaan pemilu secara serentak Pileg dan Pilpres, tersebut justru membuat ratusan panitia penyelenggara pemilu meninggal dunia, karena faktor kelelahan.

Karena itu, Partai Gelora mengusulkan agar revisi yang akan datang fokus pada pelaksanaan pilpres dan pileg.

"Itu harusnya prioritas revisi. Karena praktik yang lalu, pengalaman menunjukan kompleksnya penyelenggaraan sehingga ratusan petugas meninggal karen kelelahan. Kalau parliamentary threshold menurut saya tidak terlalu prioritas dan tidak terlalu penting," ujar mantan Ketua Komisi I DPR RI itu.

Terkait filosofi representasi keragaman masyarakat Indonesia dalam proses politik, kata Mahfudz, hal tersebut harus dilihat karena kondisi masyarakat Indonesia yang sangat majemuk.

Sebab menurut Mahfudz, kemajemukan itu mempengaruhi pilihan politik setiap masyarakat.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini