"Jadi, kemajemukan harus terepresentasi secara baik dalam sistem pemilu," ujarnya.
Sementara soal variabel penyederhanaan parpol, Mahfuz berpendapat, agar hal tersebut harus menjadi pertimbangan.
Dia mengatakan bahwa ide penyederhanaan parpol tak bisa mendorong Indonesia kembali ke era Orde Baru, di mana hanya terdapat tiga parpol.
"Jumlah maksimal 15 parpol seperti yang terjadi dalam 20 tahun terakhir merupakan yang terbaik untuk mewakili berbagai aliran politik yang ada di tengah masyarakat Indonesia. Kalau pun ada penyederhanaan, ya penyederhanaan itu maksimal 15 parpol dan itu sudah mewakili aliran politik di Indonesia," kata Mahfudz.
"Kalau didorong parliamentary threshold jadi 7 atau 8 persen, sangat mungkin hasilnya penyederhanaan bisa tinggal lima parpol," pungkas Mahfudz.
Baca: Hadapi New Normal, Gugus Tugas Nilai Sekolah Jarak Jauh Masih Jadi Opsi Terbaik
Diketahui, Komisi II DPR RI tengah menggodok tiga opsi terkait parliamentary threshold dalam pembahasan dalam revisi UU Pemilu.
Sebanyak tiga opsi itu adalah tetap di angka 4 persen, naik menjadi 7 persen, atau ambang batas yang berjenjang.