"Saat masuk bandara, stasiun dan terminal semua calon penumpang di tes suhu badan, jika hasil tes suhu badan di atas 38 tidak bisa bepergian, meskipun calon penumpang tersebut membawa hasil rapid test non reaktif," ungkapnya.
Baca: Syarat dan Biaya Rapid Test di Bandara Soekarno-Hatta untuk Syarat Naik Pesawat
"Pertanyaannya yang menjadikan calon penumpang bisa bepergian itu adalah hasil rapid test atau tes suhu badan?" imbuhnya.
Sholeh mengungkapkan, tidak menutup kemungkinan ada kerjasama antara Termohon, dalam hal ini Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan rumah sakit.
"Patut diduga ada kerjasama antara Termohon dengan pihak rumah sakit dalam pelaksaan kewajiban rapid test," ungkapnya.
Merugikan Calon Penumpang
Lebih lanjut, Sholeh mengungkapkan kebijakan rapid test berbiaya mahal sangat merugikan calon penumpang.
"Sebab tidak semua penumpang orang kaya, jika penumpang kapal laut tentu kategori bukan orang mampu, sebab jika punya uang dia akan naik pesawat bukan naik kapal laut," ungkapnya.
"Misalnya, di Surabaya ada calon penumpang yang hendak nai kapal laut ke Nusa Tenggara Timur, biaya rapid test Rp 350 ribu, sedangkan harga tiket kapal laut Surabaya ke Nusa Tenggara Timur hanya Rp 312 ribu, kalau satu orang yang pergi selisihnya tidak banyak."
"Namun jika yang pergi suami, istri dan anak, tentu selisihnya jadi banyak. Bukankah berbiaya maha sangat memberatkan bagi calon penempuang kapal laut dan kereta api. Karena tiket kereta dan kapal laut tergolong murah sebab pangsa pasarnya untuk kalangan menengah ke bawah," jelas Sholeh.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P)