TRIBUNNEWS.COM - Tersangka pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI), Maria Pauline Lumowa, telah tiba di Indonesia pada Kamis (9/7/2020).
Maria sudah mendarat di Bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 10.40 WIB.
Sebelumnya, Maria dijadwalkan mendarat pada pukul 11.00 WIB, namun ia tiba lebih awal.
Dilansir dari Kompas TV, kemungkinan besar Maria beserta rombongan Kemenkumham yang baru saja tiba di Indonesia akan langsung mengikuti pemeriksaan kesehatan.
Hal ini terkait dengan kedatangannya dari luar negeri.
Seperti yang telah diberitakan, Maria sudah menjadi buronan sekitar 17 tahun lamanya.
Buron tersangka kasus pembobolan BNI senilai 1,7 triliun itu kemudian diekstradisi dari Serbia.
Proses ekstradisi ini dilakukan oleh delegasi pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
Serah terima Kemenkumham dengan pemerintah Serbia dilakukan pada Kamis, pukul 14.30 waktu setempat.
Maria kemudian diberangkatkan ke Indonesia menggunakan pesawat Garuda Indonesia pada pukul 17.00 waktu setempat.
Setibanya di Bandara Soekarno Hatta, Maria akandibawa ke Bareskrim Polri.
Maria pun kini telah mengenakan baju tahanan Bareskrim Polri setelah dirinya diinterogasi petugas dan menyelesaikan proses penyerahan buronan.
Menkumham Yasonna menyampaikan, upaya ekstradisi Maria tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik antarnegara serta komitmen pemerintah dalam penegakan hukum.
Menurut Yasonna, pemulangan Maria juga sempat mendapat "gangguan" berupa upaya hukum agar dapat lepas dari proses ekstradisi dan ada upaya dari sebuah negara untuk mencegah ekstradisi terwujud.
Namun, Yasonna menuturkan, Pemerintah Serbia tegas pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia.
"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan," kata Yasonna, seperti yang diberitakan Kompas.com, Kamis (9/7/2020).
Yasonna menambahkan, ekstradisi Maria tak lepas dari asas timbal-balik karena sebelumnya Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.
Dilansir dari Kompas.com, Maria Pauline Lumowa merupakan satu di antara tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Kasus Maria ini berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Saat itu, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Baca: Tersangka Pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa Ditangkap Interpol pada 2019
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam'.
Pasalnya, BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Lantas pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan.
Dari penyelidikan tersebut, didapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Baca: Tersangka Pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa Diekstradisi dari Serbia setelah 17 Tahun Buron
Belakangan, Maria diketahui berada di Belanda pada 2009.
Ia juga diketahui sering bolak-balik ke Singapura.
"Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa," kata Yasonna.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com/Ardito Ramadhan)