TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengekstradisi Maria Pauline Lumowa, sosok yang tengah menjadi perbincangan hangat lantaran kejahatan yang ia buat.
Maria Pauline melakukan pembobolan kas Bank BNI senilai Rp 1,7 Triliun.
Ia kemudian melarikan diri pada tahun 2003 ke Singapura dan kemudian menjadi buronan.
Maria Pauline juga diketahui telah menjadi warga negara Belanda sejak tahun 1979.
Pada tahun 2010 dan 2014, Pemerintah Indonesia juga pernah melakukan negosiasi untuk ekstradisi dengan Pemerintah Belanda, namun hal tersebut gagal dilakukan.
Baca: Dulu Maria Pauline Pembobol BNI Rp 1,7 Triliun Ngaku Dijebak, Pernah Sodorkan Beberapa Nama
Saat hendak terbang ke Indonesia, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly tampak menghampiri sang buronan, Maria pauline.
Yasonna tampak dengan hangat mengucapkan selamat datang kepada Maria.
“Selamat datang juga. Mudah-mudahan baik-baik. Face it”, ungkap Yassona saat berbincang dengan Maria di pesawat (9/7/2020).
Mereka pulang dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia dari Belgrade menuju Banda Aceh.
Penerbangan kemudian dilanjutkan menuju ke Jakarta.
Mereka dijadwalkan tiba di Jakarta sekitara pukul 11.00 WIB, Kamis (9/7/2020).
Kronologi kasus
Maria Pauline Lumowa, adalah salah satu buronan Indonesia sejak tahun 2003.
Ia melakukan pembobolan kas Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun.
Maria Pauline merupakan pemilik dari PT Gramarindo Mega Indonesia.
Kasusnya dengan BNI berawal dari Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Pada saat itu, PT Gramarindo Group, perusahaan yana ia miliki, mendapatkan pinjaman dana dari BNI sebesar Rp 1,7 triliun.
Dana tersebut didapatkan melalui Letter of Credit L/O fiktif.
Baca: Buron 17 Tahun, Ini Rekam Jejak Maria Pauline Lumowa, Pelaku Pembobolan Bank BNI senilai 1,7 Triliun
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, BNI curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group tersebut, atas dasar penyelidikan, PT Gramarindo Group tidak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.
Pada September 2003, atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dirinya telah lebih dahulu terbang ke Singapura.
Sejak saat itu dia menjadi buronan.
Baca: Buron 17 Tahun, Tersangka Pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa Pulang ke Indonesia Siang Ini
Penolakan Ekstradisi di Belanda
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara tersebut juga diketahui merupakan warga negara Belanda.
Ia pun juga sering diketahui bolak-balik Belanda – Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Belanda pada tahun 2010 dan 2014.
Namun, usaha tersebut mendapatkan penolakan dari Belanda.
Pemerintah Belanda justru memberikan opsi agar Maria Pauline disidangkan di Belanda.
Ditangkap di Serbia
Pada 16 Juli 2019, Maria Pauline ditangkap oleh NBC Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia.
Berkat hubungan yang baik antara Indonesia dan Serbia, Pemerintah Indonesia berhasil melakukan ekstradisi Maria Pauline ke Indonesia.
Sempat mendapat gangguan
Pemulangan buronan pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa dari Serbia, sempat mendapat 'gangguan', karena pemerintah Indonesia belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Serbia.
Namun, menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, gangguan itu berhasil dilewati setelah dengan sejumlah pendekatan dengan para pejabat tinggi Serbia.
Baca: Tersangka Pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa Sempat Merasa Dijebak dan Punya Niat Baik Diperiksa
Pemerintah Serbia, kata Yasonna, akhirnya tegas pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia.
"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan," ujar Yasonna.
"Sempat ada upaya hukum dari Maria Paulina Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," ujar Yasonna menambahkan.
Lebih jauh, Yasonna mengungkapkan, dukungan yang diberikan Presiden Serbia dalam proses ektradisi tersebut.
"Dalam pertemuan kami, Presiden Serbia Aleksandar Vucic juga kembali menggaris bawahi komitmen tersebut. Proses ekstradisi ini salah satu dari sedikit di dunia yang mendapat perhatian langsung dari kepala negara.
Di sisi lain, saya juga sampaikan terima kasih dan apresiasi tinggi kepada Duta Besar Indonesia untuk Serbia, Bapak M. Chandra W. Yudha, yang telah bekerja keras untuk mengatur dan memuluskan proses ekstradisi ini," tuturnya.
Yasonna juga menyebut ekstradisi Maria Pauline Lumowa tak lepas pula dari asas resiprositas (timbal balik) kedua negara.
Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada tahun 2015.
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Artikel ini telah tayang di Kompas TV dengan judul Momen Yasonna Ucapkan Selamat Datang Pada Buronan Maria Pauline
Dan "Begini Kronologi Kaburnya Maria Pauline Hingga Diekstradisi"
>