TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Alvara Research Center merilis hasil survei soal “Respons Publik Atas Covid-19” secara virtual di Jakarta, Minggu (12/7/2020).
Terkait Kepuasan Kinerja Pemerintah dalam Penanganan Covid-19, Alvara menyebut kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah pusat paling rendah.
Sementara kinerja Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dinyatakan paling tinggi.
CEO Alvara, Hasanuddin Ali mengatakan indeks kepuasan publik terhadap Gugus Tugas mencapai 72,7%.
Disusul kinerja gubernur di masing-masing tempat tinggal responden sebesar 70,0%.
Berikutnya bupati/wali kota 67,7% dan terakhir pemerintah pusat 60,2%.
"Ada perbedaan antara tingkat kepuasan terhadap Gugus Tugas dan Pemerintah Pusat. Ini berarti publik melihat bahwa penanganan atas dampak dari Covid-19 tidak terlalu diapresiasi positif oleh publik. Sementara Gugus Tugas lebih pada penanganan Covid-19 dan Pemerintah Pusat lebih pada dampak Covid-19," ungkap Hasanuddin.
Baca: Data 12 Juli: Jawa Timur Tertinggi Penambahan Kasus Positif Covid-19
Dari survei, menurut Hasanuddin, terlihat gubernur dan bupati/wali kota mendapatkan apresiasi tinggi karena mereka dalam bekerja berhadapan langsung dengan masyarakat sehingga aktivitas mereka bisa lebih dirasakan langsung oleh masyarakat.
Aspek kepuasan ini diukur dari beberapa parameter.
Antara lain, mayoritas publik mengaku puas dengan informasi protokol kesehatan mencapai 73,3%.
Disusul perawatan pasien Covid-19 sebesar 72,3% dan ketiga bantuan sosial 56,2%.
Bantuan tunai dan sembako merupakan kebutuhan yang paling dibutuhkan mayoritas publik selama pandemi Covid-19.
Dimana 65,6 persen responden menginginkan Bantuan Sosial Tunai (BST) Kemensos, 58,9 persen BLT, 28,7 persen berupa subsidi listrik 900 watt, 28,1 persen program kemandirian mandiri, 22,8 persen kartu prakerja, 22,1 persen subsidi listrik 450 watt, dan 4,6 tidak menjawab.
"Bantuan tunai dan sembako adalah dua program yang paling dibutuhkan publik selama pandemi Covid-19," kata Hasanuddin.
Terkait pemulihan ekonomi, kinerja pemerintah hanya diapresiasi 48,2%, ketegasan bagi yang melanggar protokol kesehatan 47,3%, Kartu Prakerja 39,2%, dan penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hanya sebesar 31,9%.
Menurut Hasanuddin, survei ini dilakukan sebelum ada putusan Kartu Prakerja distop.
"Dan ternyata tingkat kepuasan publik terhadap program ini rendah. Penanganan PHK juga rendah karena banyak masyarakat yang terkena PHK. Bagi mereka yang melanggar protokol kesehatan juga belum ada ketegasan. Soal pemulihan ekonomi juga belum diapresiasi," ujarnya.
Bahkan, kata Hasan, tingkat optimisme publik terhadap kondisi ekonomi Indonesia juga turun, hanya berada di angka 63,5%.
Kondisi ini turun dibanding survei pada Oktober 2019 lalu yang berada di angka 71,0%.
Rinciannya, sangat optimistis sekali 2,9%; sangat optimistis 8,4%; optimis 52,2%; pesimis 28,1%; sangat pesimis 4,7%; dan sangat pesimis sekali 3,8%.
"Angka ini tidak membuat kita happy karena sebelumnya survei terhadap optimisme publik selalu di atas 70% bahkan pernah 80%. Ini perlu dijaga agar tingkat optimisme ini tidak turun. Tingkat optimisme itu semakin tinggi semakin baik karena di situ roda ekonomi akan bergerak. Ini menjadi catatan kita masih di atas 50%, tapi di bawah tingkat optimisme di tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Tingkat optimisme publik terhadap ekonomi Indonesia masih diatas 50% tapi lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkat optimisme publik tahun lalu
Kondisi ekonomi yang tertekan bisa dilihat dari perubahan alokasi pengeluaran, tahun 2020 ini alokasi pengeluaran kebutuhan sehari menurun. Alokasi pengeluaran untuk internet tahun 2020 naik cukup signifikan
Di bidang pendidikan, survei menyebut dua dari lima orang setuju jika anak sekolah masuk Kembali setelah “New Normal” diberlakukan, dengan alasan anak tidak belajar, anak bosan di rumah saja, anak susah disuruh belajar dan anak jadi sering bermain.
Dimana lebih dari 50% tidak setuju jika anak sekolah masuk kembali, dengan alasan takut tertular virus, rentan terhadap penyakit, susah mengikuti protokol kesehatan.
Harapan mayoritas publik jika sekolah masuk Kembali saat kondisi “New Normal” adalah adanya himbauan untuk mengikuti protokol kesehatan (menyediakan tempat cuci tangan, masker, vitamin) dan diberlakukan shift masuk sekolah.
Hasan mengatakan bahwa sejak terjadi pandemi Covid-19 di Indonesia awal Maret 2020, Alvara rutin melakukan riset untuk melihat pandangan masyarakat terkait Covid-19 dan dampaknya yang dirasakan secara riil oleh masyarakat.
Baca: Update Corona di Indonesia, 12 Juli 2020: Jumlah Kasus Covid-19 dan Sebarannya per Provinsi
Survei ini dilakukan pada 22 Juni-1 Juli 2020 dengan melibatkan 1.225 responden. Metode yang digunakan adalah Online Survey dan Mobile Assisted Phone Interview dengan wilayah survei seluruh Indonesia.
Namun, ada beberapa provinsi di wilayah Indonesia timur seperti Papua, Papua Barat, dan Maluku yang karena terkendala jaringan internet dan coverage sehingga tidak masuk survei. Margin of error berkisar 2,86%.