Sementara itu, nilai saham yang dikategorikan lapis tiga atau yang berkapitalisasi kecil bisa naik signifikan tanpa diduga. Sehingga, kata dia, saham bersifat fluktuatif, bisa naik bisa turun. Demikian juga saham yang dimiliki Jiwasraya waktu itu memang nilainya turun semua.
Dia meyakini jika kondisi pasar membaik maka harga-harga saham Jiwasraya ini akan terkerek naik lagi.
Di samping sentimen negatif itu, Kresna mengatakan para MI mengakui anjloknya nilai saham yang dimiliki Jiwasraya di bursa turut dipengaruhi kondisi pasar modal pada 2018. Kinerja indeks harga saham atau IHSG sepanjang tahun itu mengalami penurunan 2,5%.
Penurunan IHSG sepanjang 2018 itu terkait erat dengan sejumlah sentimen negatif di ekonomi nasional, termasuk pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum beranjak dari 5%, depresiasi nilai tukar rupiah, dan defisit neraca perdagangan.
Sentimen lain yang turut memengaruhi kondisi itu adalah kondisi luar negeri seperti perang dagang dan penaikkan Fed Funds Rate (FFR) bank sentral Amerika Serikat.
"Saya tanya MI, apakah hanya saham IIKP dan TRAM saja yang turun? Ternyata tidak. Karena hampir semua sahamnya turun," ujarnya.
Dia mengatakan kondisi serupa dialami oleh portofolio saham yang dimiliki Asuransi Jiwasraya. Nilai sekitar 100 saham yang dimiliki BUMN itu menurun pada periode tersebut.
Namun, dia menegaskan berdasarkan keterangan MI, kondisi itu bisa berbalik. Menurutnya, kinerja saham-saham milik Asuransi Jiwasraya bisa meningkat lagi bila kondisi ekonomi dan kinerja IHSG membaik.
"Dan itu kesaksian MI yang dihadirkan JPU," terangnya.
Kresna menilai, isu gagal bayar itu menimbulkan sentiman negatif terhadap saham Jiwasraya. Sehingga, saham-saham tersebut tidak lagi diminati investor.
Sentimen negatif berujung pada penarikan dana nasabah secara signifikan (rush) dari saham-saham yang juga dipegang oleh Asuransi Jiwasraya.
“Ini pemantik rush," tambahnya.
Untuk diketahui, perkara dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya sudah sampai ke tingkat persidangan
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung, Ardito Muwardi, mengumumkan kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencapai Rp 16,8 Triliun.
Upaya merugikan keuangan negara itu dilakukan Direktur PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat; dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Perbuatan itu dilakukan bersama mantan petinggi PT Jiwasraya, yaitu mantan Direktur Utama, Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi, Syahmirwan.