Toto menilai, sampai saat ini belum ada figur internal yang punya potensi mengerek elektoral PPP, kecuali harus membuka peluang masuknya figure dari luar partai yang di PPP-kan.
"Sejauh ini, hanya Pak Gatot dan Pak Sandi yang memenuhi kriteria tersebut, baik secara intelektual, moral, elektoral dan modal social," ujarnya.
Namun, Toto mengakui kemungkinan adanya resistensi dari sebagian kelompok internal partai mengingat posisi kedua figur saat ini.
Yaitu, Sandi yang masih berada dalam struktur kepengurusan DPP Gerindra dan Gatot yang belakangan telah memilih jalan “oposisi” sebagai satu di antara beberapa eklarator KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia).
“Ini memang pilihan pahit. Kalau bicara penyelamatan partai agar tidak makin terpuruk, dan bahkan karam, suka atau tidak, PPP butuh darah segar yang bisa memanggil pulang kandang kembali para pemilih ideologis yang setia sejak zaman orde baru,” ujarnya.
Menurut Toto, kedua figur itu bukan saja mumpuni secara personal, tapi juga memiliki potensi kesamaan ‘darah’ dengan PPP.
Gatot misalnya, selain nasionalis sebagai mantan tentara, juga dianggap agamis. Ada kombinasi dua hijau, hijau tentara dan hijau Islam.
Begitu juga dengan Sandi yang menurut data survei pernah menjadi penyumbang elektabilitas pasangan Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019 lalu dengan segmen milenial dan emak-emak.
Karena itu, lanjutnya, posisi Sandi sebagai ketum PPP nanti sangat mungkin membawa dua segmen pemilih tadi, yaitu milenial dan emak-emak sebagai pasar baru potensial PPP.
Sandi juga dinilai sebagai sosok santun yang sangat mungkin diterima para stakeholder yang selama ini menjadi simpul penting di partai seperti para ulama, kiai dan ustaz.
Termasuk, Sandi juga dinilai sebagai figur tengah yang bisa diterima 5 kelompok yang berfusi, yaitu NU, MI, Parmusi, SI dan Perti.