Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat membentuk panitia kerja (panja) revisi Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
Wakil Ketua Baleg DPR Mohammad Nurdin meminta setiap fraksi menyerahkan nama-nama untuk duduk dalam panja RUU Kejaksaan RI.
Nantinya, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas akan menjadi Ketua Panja RUU Kejaksaan.
"Jadi untuk harmonisasi, pembulatan, pemantapan konsep RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI secara lebih mendalam dilakukan di tingkat panja, jadi segera menyerahkan orang-orangnya. Dan diketuai Pak Supratman dan harmonisasi tidak dilakukan terlalu lama," kata Nurdin dalam rapat Baleg dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020).
Baca: Pimpinan DPR dan Baleg Temui Massa Buruh Tolak Omnibus Law Cipta Kerja
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh menyampaikan pendangan Komisi III terkait RUU Kejaksaan.
Pangeran mengatakan telah terjadi pergeseran paradigma dari keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif.
Hal itu tergambar dengan munculnya Peraturan perundang-undangan yang mengedepankan paradigma tersebut seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Pencucian Uang yang terakhir diubah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yang mana Kejaksaan diberikan peran untuk menggunakan dan mengedepankan Keadilan Restoratif.
"Rasa keadilan masyarakat saat ini menghendaki penanganan kasus-kasus yang relatif ringan dan beraspek kemanusiaan seperti Pencurian yang nilai kerugiannya minim, Jaksa harus dapat menuntut atau bersikap dengan berpedoman kepada Keadilan Restoratif," kata Pangeran di Ruang Rapat Baleg, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020).
Baca: Ruang Baleg DPR Disemprot Disinfektan Setelah Ada Anggota Dewan Positif Covid-19
"Perkembangan lain adalah bahwa dalam penegakan hukum tidak hanya menggunaan pendekatan preventif-represif, namun juga dapat diambil pendekatan lainnya seperti Penyelesaian Sengketa Alternatif sebagaimana halnya Mediasi Penal. Hal tersebut merupakan salah satu perwujudan dari diskresi penuntutan (Prosecutorial Discretionary)," imbuhnya.
Politikus PAN itu melanjutkan, sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi seperti United Nations Against Transnational Organized Crime (UNTOC), United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC) yang diratifikasi oleh Indonesia di mana Indonesia harus menjalankan norma-norma dalam Konvensi itu sebagai suatu ketaatan (compliance).
Norma-norma baru yang ada tersebut juga mempengaruhi terhadap kewenangan, tugas, dan fungsi Kejaksaan.
Baca: Dicopot dari Pimpinan Baleg DPR, Rieke Diah Pitaloka Diminta Fokus di Komisi VI
Ketentuan tersebut menjadi alasan perubahan Undang-Undang Kejaksaan utamanya hal-hal yang berkaitan dengan independensi dalam Penuntutan, Akuntabilitas Penanganan Perkara, Standar Profesionalitas, dan Perlindungan bagi para Jaksa.
"Hal lain yang menjadi penting dalam menguatkan kedudukan Jaksa dalam sistem pemerintahan adalah jabatan Jaksa sebagai kekhususan di dalam Aparatur Sipil Negara sebagaimana pegawai di Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Karakteristik Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa sebagai suatu profesi harus diwadahi dalam suatu bentuk pengaturan kepegawaian secara khusus," ucapnya.
Pangeran menambahkan, perubahan ini juga menghimpun beberapa kewenangan Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa yang tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan untuk dapatnya dilaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Jaksa untuk lebih optimal.
Misalnya kewenangan melakukan Penyidikan dalam tindak pidana korupsi, perusakan hutan, pencucian uang, dan tindak pidana lainnya.
"Hal ini sejalan dengan semangat penyederhanaan legislasi sehingga dengan perubahan ini Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia lebih komprehensif dan terpadu. Dengan demikian, perubahan Undang-Undang Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 merupakan suatu hal yang penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan secara optimal," ucapnya.