Putusan tersebut di antaranya, tentang perjanjian kerja waktu tertentu, upah, pesangon, hubungan kerja, PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial, jaminan sosial, dan materia muatan lain yang terkait dengan putusan MK.
Baca: Fraksi PKS Desak Pemerintah Cabut Klaster Ketenagakerjaan dari Omnibus Law Cipta Kerja
"Kemudian, berkenaan dengan sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja dikembalikan sesuai ketentuan UU ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, dengan proses yang dipertimbangkan secara seksama," kata Willy.
Selanjutnya, kata Willy, berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri, maka pengaturannya dapat dimasukan di dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik.
KSPI minta Klaster Ketenagakerjaan dikeluarkan
Sementara, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja bila RUU Cipta Kerja ingin segera disahkan.
"Sebaiknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja bila memungkinkan. Apabila mungkin sepuluh klaster lain ingin cepat-cepat diselesaikan, ingin cepat-cepat disahkan," ujar Said dikutip dari laman yang sama.
Dia pun meminta agar DPR bisa menyampaikan pandangan ini kepada pemerintah dan pemerintah bisa memahami permintaan serikat pekerja/buruh.
Baca: Bahas Omnibus Law Cipta Kerja di Masa Reses, Legislator PKS Ingatkan Tata Tertib DPR
Dia melanjutkan, serikat buruh pun sepakat bila investasi segera masuk ke Indonesia.
Izin berinvestasi dipermudah dan hambatan-hambatan investasi dihilangkan khususnya dengan adanya pandemi Covid-19.
Namun, dia berharap bila RUU Cipta kerja ini disahkan, pekerja atau buruh di seluruh tanah air tetap terlindungi khususnya dalam klaster ketenagakerjaan.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kontan.co.id/Virdita Rizki Ratriani)