TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) masih belum melakukan pemeriksaan dari pihak Mahkamah Agung (MA) terkait perkara suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Djoko Tjandra.
JAM Pidsus Kejaksaan Agung Ali Mukartono menyampaikan kasus yang tengah ditangani oleh penyidik memang terkait fatwa MA.
Namun demikian, pihaknya belum memikirkan untuk memeriksa saksi dari pihak MA.
"Objek perkara ini memang fatwa. Tetapi penyidik belum sampai memikirkan apakah itu sampai ke MA apa tidak," kata Ali di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Selasa (8/9/2020).
Lebih lanjut, Ali menyampaikan penyidik bakal memeriksa seseorang dari pihak MA seandainya keterangannya dianggap perlu dalam penyidikan kasus Jaksa Pinangki.
"Karena tidak ada keharusan semacam itu untuk pembuktiannya. Bisa iya bisa tidak, nanti kita tunggu perkembangannya. Sampai sekarang belum ke sana," pungkasnya.
Baca: Pertemuan Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki di Malaysia Sempat Disinggung di Gelar Perkara Hari Ini
Untuk diketahui, Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah ditetapkan tersangka kasus suap untuk membantu Kepengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi Djoko Tjandra dalam statusnya sebagai terpidana korupsi cassie bank Bali.
Dalam kasus ini, Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka bersama Djoko Tjandra dan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya karena bersama-sama diduga melakukan pemufakatan jahat terkait kepengurusan fatwa MA agar batal dieksekusi.
Diduga, Pinangki menerima hadiah sebesar USD 500.000 atau Rp 7 milliar dari Djoko Tjandra.
Uang itu diduga telah digunakan oleh Jaksa Pinangki untuk sejumlah peruntukkan.
Terakhir, penyidik menyita satu mobil mewah berjenis BMW SUV X5 milik Jaksa Pinangki. Hingga saat ini, Kejagung telah memeriksa sebanyak 14 saksi.
Baca: Gelar Perkara Bareng KPK, Kejaksaan Agung Tolak Ungkap Materi Penyidikan Kasus Jaksa Pinangki
Dalam kasus ini, Pinangki dijerat pasal 5 ayat 1 huruf A undang-undang tindak pidana korupsi nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Selain itu, Pinangki disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.