News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Jiwasraya

Benny Tjokrosaputro Sebut Tidak Ada Aksi Goreng Saham MYRX, Hanya Stock Split

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (3/6/2020). Sidang perdana kasus korupsi Jiwasraya tersebut beragendakan pembacaan dakwaan untuk enam orang terdakwa yaitu Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018, Hendrisman Rahim, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartomo Tirto. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Benny Tjokrosaputro menegaskan tidak ada aksi pump and dump (goreng saham) pada saham PT Hanson International Tbk. (MYRX) pada Agustus 2016.

Menurut Benny, saat itu emiten tersebut merealisasikan aksi korporasi berupa stock split atau pemecahan nilai saham.

Hal itu diungkapkan Benny Tjokrosaputro, mantan Komisaris Utama MYRX, ketika dihadirkan sebagai saksi mahkota dalam lanjutan persidangan perkara PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan agenda perkara Pidana No.: 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst. di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (14/9/2020).

Selain Benny, saksi mahkota yang memberikan keterangan dalam persidangan tersebut adalah Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto

“2016, kalau tidak salah bulan Agustus…Itu stock split, bukan pump and dump,” tegasnya ketika ditanyai oleh terdakwa Syahmirwan, Mantan GM Investasi dan Kadiv investasi PT Asuransi Jiwasraya periode 2008-2018

Baca: Komisi III DPR Minta Kejagung Panggil Semua Pihak Terlibat Kasus Jiwasraya

Benny memerinci, pada saat itu MYRX merealisasikan stock split dengan rasio 1:5. Artinya, nilai saham itu dipecah menjadi lima kali lebih kecil dibandingkan harga saat itu.

Menurut pemilik MYRX ini, sebelum stock split, harga saham MYRX mencapai 600-an. Setelah melakukan aksi korporasi itu, jelas dia, nilainya berkisar 120-130.

“Dari harga 600 sekian. Karena split menjadi lima kali sekitar 120-an atau 130-an. Jadi, bukan pump and dump yang setiap kali digambar oleh bapak-bapak JPU [Jaksa Penuntut Umum],” ujarnya.

Benny menjelaskan bahwa stock split memang menyebabkan penurunan harga saham dalam waktu seketika.

Namun, nilai intrinsik saham tidak mengalami perubahan.

Dia memberikan contoh, 1 juta lembar saham dengan harga 600 per lembar memiliki nilai total Rp600 juta.

Dengan melakukan stock split dengan rasio 1:5, harga saham per lembar mencapai 120, tetapi nilai totalnya tetap sama yakni Rp600 juta.

“Bukan [pump and dumb]. Karena nilai intrinsiknya sama. Justru kalau tidak turun [harga saham per lembar] aneh. Orangnya jadi tambah kaya 5 kali lipat kan. Tidak masuk akal itu,” kata Benny.

Lebih lanjut, Benny mengeluhkan istilah itu seringkali keluar dari JPU dalam perkara Asuransi Jiwasraya atas aksi yang dilakukan MYRX.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini