TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seruan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 menyeruat dari sejumlah pihak.
Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) dr Windu Purnomo mengungkapkan ada dua opsi yang bisa diambil pemerintah.
Opsi pertama, pemerintah menunda penyelenggaraan Pilkada Serentak.
"Masih ada peluang Pilkada bisa ditunda, lewat Perppu atau instrumen hukum lain," ungkap Windu saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (21/9/2020).
Baca: 12 Anggota Polres Pekalongan Positif Covid-19, Isolasi Mandiri di Rumah, Dipantau Dokkes dan Dinkes
Menurut Windu, menunda penyelenggaraan Pilkada dapat mencegah potensi memburuknya penyebaran Covid-19 di sejumlah daerah.
Opsi kedua, jika memang Pilkada harus berjalan sesuai rencana, Windu menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus merombak aturan.
"Kalau belum ada keputusan ditunda, peraturan KPU harus dirombak, mengubah seluruh peraturan, yang tatap muka diganti daring," ungkapnya.
"Begitu ada pertemuan tatap muka maka sangat riskan, sebaiknya KPU memperbaiki, merevisi peraturan nggakpapa mumpung belum mulai," lanjutnya.
Baca: Rapat Komisi II DPR Soal Pilkada Diawali Doa untuk Ketua dan Komisioner KPU yang Kena Covid
Selain pertemuan tatap muka diganti virtual, Windu juga meminta agar KPU dan pemerintah membuat sistem pemungutan tidak hanya di TPS.
"Kalau bisa ya jangan coblosan, bisa lewat pos atau bisa e-voting," ungkapnya.
Windu menyebut Pilkada merupakan kegiatan demokrasi.
"Tapi demokrasi dan hak asasi berupa kesehatan adalah dua sisi di satu mata uang, negara harus memenuhi hak ini."
"Jangan sampai karena pemilu, orang jadi mati karena hak atas kesehatan tak dilindungi," ungkapnya.
Windu juga mendorong agar pemerintah dan seluruh stakeholder terkait untuk duduk bersama mengambil keputusan terbaik.