News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

Pengamat: Menunda Pilkada Bukan Berarti Tak Jamin Hak-hak Politik Konstitusional Warga Negara

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Puluhan orang berdemo didepan Komnas Ham, Jalan Laturharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/9). Mereka mengharapkan Komnas Ham untuk meminta kepada pemerintah agar menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Hal ini disebabkan pilkada hanya jadi tempat penularan virus covid 19 dimana korbannya semakin banyak. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR RI, bersama Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP telah memutuskan akan tetap melaksanakan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember mendatang.

Diketahui, pilkada menjadi isu yang menarik perhatian dalam beberapa hari terakhir lantaran memunculkan persoalan baru seperti menyebarnya virus corona di kalangan penyelenggara pemilu dan pasangan calon kepala daerah.

Direktur Eksekutif Citra Institute Yusa’ Farchan menegaskan opsi menunda pilkada sebenarnya bukan berarti tidak menjamin hak-hak politik konstitusional warga negara.

Yusa’ merujuk pada UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.

"Klausul hukum tersebut jelas memberikan dasar konstitusional bagi penundaan pilkada. Menunda pilkada, bukan berarti tidak menjamin hak-hak politik konstitusional warga negara terkait dengan hak memilih dan dipilih. Menunda pilkada juga bukan berarti mengebiri proses rekonsolidasi demokrasi lokal yang sedang berlangsung," ujar Yusa’, kepada wartawan, Rabu (23/9/2020).

Dia mengatakan argumentasi yang disampaikan pemerintah, DPR RI dan penyelenggara pemilu tidak boleh dibangun berdasarkan perspektif dan pendekatan politik-kekuasaan saja.

Melainkan harus didasarkan pada pendekatan yang lebih memadai dengan memperhatikan realitas yang terjadi di masyarakat di mana momentum pilkada telah menjadi simpul baru penyebaran virus corona.

Dja juga mengkhawatirkan rendahnya kualitas penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi, belum lagi jika pelaksanaannya ternyata menemui banyak kendala di lapangan. Khususnya terkait dengan tahapan kampanye, proses pemungutan suara dan penghitungan suara.

"Tidak adanya jaminan dan keselamatan perlindungan warga negara khususnya pada saat tahapan pemungutan suara, justru berpotensi menyebabkan partisipasi politik masyarakat cenderung rendah. Kondisi ini jelas akan menurunkan kualitas pilkada sehingga berdampak pada rendahnya legitimasi politik kepemimpinan daerah hasil pilkada," jelasnya.

Oleh karena itu, Yusa mendesak DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk menunda tahapan pelaksanaan pilkada sampai adanya indikator yang terukur dan akurat di mana penularan Covid-19 dapat dikendalikan.

"Meminta DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk tidak semata-mata menggunakan pendekatan politik-kekuasaan, tetapi menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan memperhatikan aspek keselamatan dan perlindungan kesehatan warga negara," kata dia.

"Juga meminta untuk menyiapkan regulasi dan manajemen krisis kebencanaan yang lebih memadai terkait dengan manajemen pemilihan umum di tengah bencana, baik bencana alam maupun non-alam," tandasnya.

Rekomendasi Bawaslu, Tahapan Penetapan Paslon Pilkada dan Undian Nomor Urut Dilakukan Daring

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini